Langgar Aturan, BI Cabut Izin Perusahaan Penukaran Valas
Aktual

Langgar Aturan, BI Cabut Izin Perusahaan Penukaran Valas

ANT
Bacaan 2 Menit
Langgar Aturan, BI Cabut Izin Perusahaan Penukaran Valas
Hukumonline
Bank Indonesia (BI) mencabut izin 36 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing di seluruh Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2014, kata Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Ida Nuryanti.

"Pencabutan itu kebanyakan karena KUPVA tidak melaporkan transaksinya kepada BI," kata Ida Nuryanti dalam sosialisasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang KUPVA di Batam, Kamis.

Ia mengatakan, dengan peraturan yang baru, BI lebih tegas dalam menjalankan semua kebijakannya. Jika dalam peraturan sebelumnya, BI membutuhkan waktu dan sanksi berjenjang untuk setiap KUPVA yang melanggar aturan, PBI yang baru BI bisa langsung mencabut izin hanya dengan waktu relatif lebih singkat.

"Kalau tidak melaporkan transaksi, kami tegur, tidak lapor lagi, kami kunjungi, dan kalau memang tidak ada aktivitas, kami cabut izinnya," kata dia.

Menurut dia, dari 36 KUPVA yang ditutup, di antaranya beroperasi di Jakarta, Kota Denpasar dan Kota Batam. Ia mengatakan, pelaporan data transaksi KUPVA sangat penting untuk BI mengawasi arus valuta asing di dalam negeri.

Di tempat yang sama, Kepala Kantor BI Provinsi Kepri Gusti Raizal Eka Putra mengatakan sepanjang 2014, pihaknya menutup 12 KUPVA. Sama dengan nasional, kebanyakan KUPVA yang ditutup di Batam karena tidak melakukan pelaporan dan ketika keberadaannya dicek, usaha sudah tidak ada.

BI mencatat KUPVA paling banyak berada di Jakarta sebanyak 346 unit, diikuti Denpasar dan Batam masing-masing 128 unit.

Sementara dari segi transaksi, BI mencatat transaksi paling besar dilakukan KUPVA non bank di Jakarta sebesar 63,1 persen total transaksi lalu Denpasar 16,63 persen, Bandung 5,18 persen dan Batam 4,58 persen.

Meskipun Batam memiliki banyak KUPVA, namun nilai transaksinya relatif lebih kecil dibanding tiga kota besar lain di Indonesia. Menurut Gusti, hal itu disebabkan karena masa tinggal wisatawan manca negara di Batam lebih singkat dibanding di Jakarta, Denpasar atau Bandung.

"Mereka memang belanja juga di Batam, tapi lihat apa yang mereka belanjakan, di mana belanjanya. Bandingkan dengan Bali yang masa tinggalnya bisa beberapa hari, uang untuk hotelnya saja sudah berapa," kata Gusti menjelaskan.

Ia membantah selisih jumlah KUPVA yang beroperasi di Batam tidak sebanding dengan nilai transaksi akibat penyelewengan yang dilakukan sebagian KUPVA.
Tags: