Lawyer Bermotor Gede Kritik Rencana Pengelompokan SIM C
Berita

Lawyer Bermotor Gede Kritik Rencana Pengelompokan SIM C

Pertimbangan dan tujuan dari pengelompokkan SIM C dinilai belum jelas.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Wacana pengelompokan SIM C berdasarkan Cubic Centimetre (CC) motor menuai pro dan kontra dari masyarakat, termasuk mereka yang berprofesi sebagai lawyer. Lawyer pengendara motor dengan kapasitas mesin di atas 500 CC atau dikenal juga dengan moge (motor gede, -red) mengkritik rencana ini.

Adi Febrianto Sudrajat atau akrab disapa Afeb mempersilakan adanya pengelompokan SIM C, selama landasan berpikirnya masuk akal. Namun yang disayangkan, sampai sekarang ia belum melihat pertimbangan dan tujuan dari pengelompokkan SIM C tersebut.

“Sampai saat ini sepengetahuan saya sih belum jelas tujuan dan pertimbangannya apa,” ujar penyuka motor-motor besar asal negeri Jepang ini kepada hukumonline, Kamis (14/1).

Menurut Afeb, jangan sampai pengelompokkan SIM C ini pertimbangannya agar dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Misal, nantinya pembuatan SIM C2 –untuk motor berkapasitas mesin di atas 500CC– lebih mahal dibanding SIM C biasa. “Nah kalau itu saya tidak setuju,” kata Afeb.

Di samping itu, Afeb mengingatkan biasanya pengendara moge justru lebih perhatian soal masalah keamanan. “Bisa kita perhatikan lebih banyak pengendara moge yang berseliweran di Jakarta, biasanya mengenakan helm yang berkualitas, body protector, kelengkapan instrumen berkendara pun baik seperti kaca spion, lampu-lampu, dan juga klaksonnya,” tukasnya.

Advokat Chandra M. Hamzah juga tidak sepakat dengan wacana pengelompokan SIM C. Mantan pimpinan KPK Jilid II yang ternyata penyuka motor sejak zaman SMA ini menganggap kebijakan itu tidak tepat jika benar nantinya direalisasikan.

“Pertama, tujuannya jelas dulu ya. Yang kedua, orang mengendarai motor besar itu boleh dikatakan sangat jarang setiap hari. Jadi apa yang mau diachieve, yang mau dicapai dengan pembagian ini? Saya merasa ini sama sekali tidak tepat,” tutur Chandra ditemui dalam kesempatan terpisah.

Sebelumnya, Kepala Korlantas Polri Irjen Polisi Condro Kirono mengatakan wacana pengelompokan SIM C bertujuan untuk meningkatkan keselamatan bagi para pengendara motor. Pihaknya mencatat jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan roda dua masih cukup tinggi.

“Perlu kompetensi para pengendara sebagai bahan pertimbangan kemampuan dan keterampilan dari jenis motor yang berbeda-beda. Untuk keselamatan mereka juga," ujar Condro, Senin (11/1).

Mengacu pada tujuan yang diungkapkan oleh Condro, Chandra berharap ada data statistik yang menunjukkan seberapa besar motor dengan kapasitas mesin besar berkontribusi pada angka kecelakaan, dan seberapa besar motor CC kecil berkontribusi.

“Kita pakai persentase. Misalnya, motor cc besar jumlahnya seratus kecelakaannya berapa? Kemudian motor cc kecil jumlahnya berapa kecelakaannya berapa? Itu yang paling benar,” kata Chandra.

Menurut Chandra, keamanan berkendara sebenarnya ditentukan pada saat proses atau sebelum polisi mengeluarkan SIM. Calon pengantong izin berkendara ini harus benar-benar teruji, baik ujian tulis, ujian praktik seperti tes berkendara pola angka 8 dan pola zigzag.

Lalu, lanjutnya, kalau memang ada pengendara moge melanggar rambu lalu lintas, maka silakan ditilang. “Kalau perlu cabut izin berkendaranya dan buat kebijakan agar pengendara ini harus ikut kursus lagi,” ucap pendiri firma hukum Assegaf Hamzah & Partners ini.
Tags:

Berita Terkait