LBH Makassar Beberkan Tantangan Penerapan Restorative Justice
Profil

LBH Makassar Beberkan Tantangan Penerapan Restorative Justice

Keberadaan aturan internal masing-masing institusi penegak hukum mengakibatkan ketiadaan standar yang sama dalam pelaksanaan keadilan restoratif.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kiri bawah ke kanan bawah: Wakil Direktur LBH Makassar Abdul Azis Dumpa dan Penulis Premium Stories Hukumonline Aji Prasetyo. Foto: Tangkapan layar Instagram
Kiri bawah ke kanan bawah: Wakil Direktur LBH Makassar Abdul Azis Dumpa dan Penulis Premium Stories Hukumonline Aji Prasetyo. Foto: Tangkapan layar Instagram

Restorative justice atau keadilan restoratif merupakan salah satu mekanisme penyelesaian perkara pidana tanpa melalui proses pengadilan. Dalam dua tahun terakhir, penerapan keadilan restoratif di kepolisian dan Kejaksaan sudah mulai berjalan. Masing-masing institusi memiliki aturan tersendiri soal penerapan keadilan restoratif.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Abdul Azis Dumpa, mengatakan penyelesaian kasus pidana melalui keadilan restoratif melibatkan para pihak yang berperkara baik pelaku, korban, dan keluarganya serta para pihak terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan tujuan pemulihan pada keadaan semula, bukan pembalasan.

Restorative justice itu fokusnya dapat dilihat dari prosesnya dengan tujuan pemulihan,” kata Abdul dalam diskusi yang diselenggarakan Hukumonline bertema ‘Menyusuri Praktik Keadilan Restoratif di Makassar’, Selasa (16/5/2023).

Baca juga:

Abdul mencatat, dalam praktiknya pelaksanaan keadilan restoratif oleh aparat penegak hukum disederhanakan hanya untuk menghentikan perkara. Padahal harus dilihat prosesnya yang melibatkan pelaku, korban, dan semua pihak terkait dalam rangka pemulihan, bukan pembalasan. Keadilan restoratif merupakan jawaban atas kritik terhadap penyelesaian kasus pidana yang selama ini bersifat retributif atau penghukuman yang ujungnya menjebloskan pelaku dalam penjara, dan tidak memperhatikan kepentingan korban.

Berbagai penelitian menunjukkan persoalan sistem peradilan pidana antara lain jumlah perkara pidana sangat banyak, tidak sebanding dengan jumlah aparat penegak hukum. Akibatnya proses hukum untuk menangani perkara itu banyak yang mandek, sekalipun berproses sampai pengadilan tapi pengungkapan fakta di persidangan tidak optimal.

Oleh karena itu, Abdul berpendapat mekanisme keadilan restoratif penting untuk diterapkan pada kasus pidana ringan karena mengutamakan pemulihan atas dampak kejahatan yang terjadi. Keadilan restoratif mendorong pemulihan dimana korban mendapat keadilan dan pelaku tidak mengalami stigma yang berkepanjangan.

Tags:

Berita Terkait