Lembaga Negara di Mata Hakim Konstitusi Saldi Isra
Resensi

Lembaga Negara di Mata Hakim Konstitusi Saldi Isra

Mengulas 7 lembaga negara utama dalam konstitusi dari sudut pandang profesor hukum tata negara yang menjabat hakim konstitusi. Tak sekadar ulasan normatif, pelacakan sejarah lembaga negara dan sejumlah kewenangannya dikaitkan dengan penafsiran dalam putusan-putusan MK menjadi pembeda dengan karya sejenis.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Buku berjudul 'Lembaga Negara: Konsep, Sejarah, Wewenang, dan Dinamika Konstitusional' karya Saldi Isra. Foto: NEE
Buku berjudul 'Lembaga Negara: Konsep, Sejarah, Wewenang, dan Dinamika Konstitusional' karya Saldi Isra. Foto: NEE

Pandemi Covid-19 memang menyulitkan banyak orang untuk hidup normal. Banyak rencana terpaksa ditunda, bahkan diubah secara tak terduga. Namun, Hakim Konstitusi Saldi Isra tak menduga bahwa bencana global ini justru membantunya menuntaskan karya ilmiah berbobot tinggi berbentuk buku berjudul Lembaga Negara: Konsep, Sejarah, Wewenang, dan Dinamika Konstitusional.

Aktvfitas normalnya sebelum pandemi justru tak memberi cukup waktu untuk menuntaskan naskah buku. “…Keniscayaan WFH (work from home) saya gunakan sebagiannya untuk secara spartan menuntaskan naskah buku ini. Akhirnya, di tengah situasi dan di antara pusaran statistik korban Covid-19 yang mencemaskan, dengan segala keterbatasan, pada akhirnya, ‘utang rencana’ menghadirkan buku sederhana ihwal lembaga negara bisa diwujudkan,” katanya dalam sambutan buku ini.

Tentu saja Saldi bukan penulis pertama yang mengulas tentang lembaga negara di Indonesia. Hal itu diakuinya dalam sambutan Saldi di halaman prakata. Karena itu, Saldi menjanjikan pembeda yang akan memuaskan pembaca. “Sesuatu yang mungkin saya tawarkan agak baru di buku ini adalah bagaimana putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan cara pandang baru terhadap lembaga negara,” kata Saldi dalam sesi bedah buku ini secara daring beberapa waktu lalu. (Baca Juga: Saldi Isra Bicara Desain ‘Lembaga Negara’ dalam Konstitusi)

Saldi tidak sekedar mengumbar janji. Rujukan putusan MK sudah ditemukan sejak bab pertama yang mengantar pembaca menyelami pemikirannya.  “Misalnya ketika saya merujuk apa itu lembaga negara dalam pengertian konsep dan segala macamnya. Kemudian saya merujuk pada bagaimana MK memberikan pengertian soal lembaga negara. Maka muncul Putusan MK yang memberikan pengertian lembaga negara itu bisa dibedakan menjadi lembaga negara utama dan lembaga negara penunjang,” kata Saldi memberi penjelasan.

Komposisi setiap bab sangat konsisten sesuai janji Saldi. Tersedia subbab ‘sejarah singkat’ pada setiap lembaga yang ia uraikan di tiap bab. Pembaca diajak melihat konteks yang menjadi latar belakang tiap lembaga sebelum beranjak pada teks normatif yang mengaturnya. “Pelacakan sejarah tersebut menjadi bagian penting memotret wewenang dan dinamika lembaga negara terutama pasca reformasi konstitusi 1999-2002,” kata Saldi (hal.viii).

Setiap putusan MK berkaitan dengan masing-masing lembaga negara melengkapi penjelasan Saldi. Wacana hukum tata negara yang tersaji dalam penafsiran MK memperkaya uraian pemikiran Saldi dalam buku ini. Kredibilitas Saldi sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas yang kini menjabat Hakim Konstitusi semakin mempertajam analisis di setiap bab. Hasilnya, setiap bab menguraikan lembaga-lembaga negara secara komprehensif secara teks normatif dan konteks empiris.

Apa pentingnya membaca buku ini? Anda hanya cukup merasa sebagai warga negara Indonesia yang baik untuk termotivasi membaca buku ini. Ibarat anggota dari komunitas atau organisasi, warga negara adalah anggota dari suatu negara. Memahami lembaga-lembaga negara langkah partisipasi publik yang baik dalam peningkatan kinerja lembaga negara. Sebagai anggota dari negara, warga negara bisa melontarkan kritik yang lebih konstruktif dan efektif jika lebih dulu memahami hakikat tiap lembaga negara.

Hukumonline.com

Mereka yang ingin mengetahui bagaimana negara dioperasikan harus memulainya dari alat-alat kelengkapan negara. Langkah pertama tentu dengan membaca konstitusi negara yang bersangkutan sebagai landasan hukum tertinggi. Isi konstitusi akan menjelaskan tatanan negara itu dan apa saja alat kelengkapan yang mengoperasikan kekuasaan di dalam negara.

Nah, buku ini sangat cocok bagi mereka yang ingin mencari penjelasan lebih lanjut tentang lembaga-lembaga negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen di awal reformasi. Buku ini seolah manual book yang komprehensif untuk memahami delapan lembaga negara yang mengoperasikan Indonesia.

Saldi menyajikan pembabakan yang mudah untuk ukuran sebuah buku teks ilmiah. Pembaca bisa memulai dari bab yang mana saja tanpa harus berurutan. Narasi tiap bab tidak bertele-tele. Pembaca tanpa latar belakang hukum tetap bisa memahami dan mendapatkan manfaat dari buku ini secara mudah. Secara keseluruhan, ada 14 lembaga negara yang diuraikan dalam buku ini. Saldi merujuk lembaga-lembaga negara yang yang diatur langsung keberadaannya dalam konstitusi.

Tapi, hanya tujuh lembaga negara yang dibahas panjang dalam tiap bab. Saldi merujuk Putusan MK No.005/PUU-IV/2006 yang memberi kategori lembaga negara utama pada tujuh lembaga itu. “Pilihan atas lembaga negara utama sama sekali tidak dimaksudkan bahwa lembaga negara di luar itu tidak penting dijelaskan,” kata Saldi (hal.13). Ia hanya berusaha konsisten memilih fokus penulisan dengan dasar pengertian lembaga negara dalam putusan MK.

Bab 1 adalah pengantar penting yang sebaiknya tidak dilewatkan pembaca. Istilah dan pengertian, klasifikasi, dan sejarah komposisi lembaga negara di Republik Indonesia disajikan dalam bagian ini. Tujuh lembaga negara penunjang yang diatur dalam konstitusi juga dibahas singkat di bagian ini. Masing-masing adalah lembaga Kementerian Negara, Dewan Pertimbangan, Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Bank Sentral, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (hal.27-31).

Bab 2 membahas Dewan Perwakilan Rakyat; Bab 3 untuk Dewan Perwakilan Daerah; Bab 4 menyajikan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Bab 5 menjelaskan tentang Presiden; Bab 6 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; Bab 7 memaparkan Mahkamah Agung; dan Bab 8 menguraikan Mahkamah Konstitusi. Saldi menyajikan boks khusus untuk menempatkan isi putusan MK terkait masing-masing lembaga di tiap bab.

Tentu saja tidak seluruh isi putusannya yang begitu panjang. Saldi hanya memasukkan bagian penafsiran dalam pertimbangan putusan, sehingga mudah dipahami pembaca. Setiap pasal konstitusi yang menjadi landasan normatif tiap lembaga juga disajikan dalam boks terpisah untuk memandu pembaca merujuk dasar konstitusional yang berlaku.

Satu-satunya persoalan buku ini adalah ketebalan yang mencapai 380 halaman mungkin menakutkan bagi pembaca. Namun, buku yang terlihat tebal ini sebenarnya sangat bersahabat dan tidak akan membebani pikiran saat membacanya. Meski isinya bernuansa akademis, khususnya bagi komunitas ilmu hukum, buku ini cukup mudah dipahami semua kalangan yang tertarik soal negara.

Para aktivis sosial lintas kalangan perlu membaca buku ini sebagai rujukan terbaru. Ditulis oleh seorang pakar yang masih aktif menjabat hakim konstitusi, buku ini punya bobot tinggi. Penulis tidak lupa melengkapi buku dengan indeks alfabetis untuk membantu pencarian ulang poin kunci yang dibutuhkan pembaca (hal.369-375).

Selamat membaca!

Tags:

Berita Terkait