Lima Besar Negara Asal Repatriasi dan Deklarasi
Berita

Lima Besar Negara Asal Repatriasi dan Deklarasi

Singapura menempati posisi pertama.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Iklan amnesti pajak di salah satulayanan. Foto: RES
Iklan amnesti pajak di salah satulayanan. Foto: RES
Dana repatriasi yang sudah masuk ke Indonesia dari program pengampunan pajak tercatat sebesar Rp142 triliun. Sementara total deklarasi harta dari luar negeri yang sudah masuk ke data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah Rp952 triliun. Negara asal dana sebesar itu berbeda-beda.

Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan repatriasi terbanyak berasal dari negara tetangga, Singapura. Total repatriasi dari Singapura adalah sebesar Rp79,13 triliun. Selanjutnya dana terbanyak berasal dari Cayman Islands, sebesar Rp16,5 triliun.

Kemudian disusul dengan Hongkong sebesar Rp14,05 triliun, Tiongkok Rp3,56 triliun, Virgin Islands Rp2,49 triliun, dan negara lainnya sebesar Rp21.36 triliun. Sementara itu deklarasi harta dari luar negeri masih diduduki oleh Singapura sebesar Rp652,03 triliun. Disusul Virgin Island senilai Rp72,67 triliun, Cayman Island sebesar Rp52,53 triliun, Hongkong Rp38,7 triliun, Australia Rp33,15 triliun, dan negara-negara lainnya sebesar Rp102,59 triliun.

Melihat pencapaian tax amnesty pada periode I ini, Yoga mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengampunan pajak. Diharapkan dengan sosialisasi yang lebih mendalam, pencapaian pajak pada periode I dapat tercapai. (Baca: Pemerintah Diminta Genjot Repatriasi Periode Kedua Amnesti).

“Tahap II dan III masih banyak ruang dan peluang, kami akan tetap sosialisasikan tax amnesty ini di dua periode berikutnya dan mudah-mudahan bisa berikan hasil yang bagus," kata Yoga dalam diskusi di Malang, Jawa Timur, Kamis (13/10).

Namun jika dilihat dari sisi WP yang mengikuti program tax amnesty, Yoga mengaku angkanya masih terbilang kecil. Jumlah perserta program amnesty pajak adalah 400 ribu WP, padahal total WP yang layak menggunakan program pengampunan pajak di Indonesia mencapai 20 juta. Nilai ini, lanjutnya, hanya 2 persen dari 20 juta WP. “Peserta amnesti baru 2 persen dari jumlah WP kita secara rata-rata, berarti masih banyak yang harus dilakukan pada periode II dan III," jelasnya.

Yoga juga menyebutkan persentase WP baru terbilang rendah. Untuk WP Badan baru tercatat hanya tujuh persen dari total masyarakat yang seharusnya memiliki NPWP, WP orang pribadi non-karyawan sebesar 8 persen sedangkan WP karyawan hanya 1 persen. "Harusnya kalau jumlah penduduk ada 200 juta jiwa, yang punya NPWP ada 60 juta. Ini yang mestinya dibenahi. Kami belum puas, karena masih banyak yang harus dilakukan," ujarnya.

Perpres
Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menambahkan repatriasi dana masih terkendala UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Keberadaan UU ini akan mempersulit pemerintah untuk menahan uang yang sudah masuk ke Indonesia, karena UU tersebut memang melarang menyimpan dana di luar negeri. Sehingga Yustinus menilai perlunya suatu aturan untuk menahan dana reaptriasi tetap berada di dalam negeri, bukan hanya menahan uang selama 3 tahun saja.

“Ini (aturan UU Lalu Lintas Devisa) bukan tugas dari pemerintah tapi dari BI, koordinasi, minimal itu dulu saya usul ada Perpres. Perpres itu kan isinya juga komitmen, ini lo reformasi pajak yang dilakukan, ini lo reformasi moneter yang dilakukan seperti ini. Sehingga sebelum itu terjadi, saya ada garansi, saya bawa pulang ada kepastian setelah ini,” tegasnya.

Untuk itu diperlukan sinergi antara Bank Indonesia dan Pemerintah terkait UU Lalu Lintas Devisa. “Menurut saya Perpres, itu hitam di atas putih, WP itu butuh kejelasan hitam di atas putih, bukan cuma verbal. Presiden mendukung iya, gesture-nya dia ngajak Jaksa Agung, Kepolisian dan lainnya. Tapi apakah itu menjamin di bawah tertib? Belum tentu. Maka itu diperlukan Perpres,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait