LSM Persiapkan Permohonan Uji Materi UU Ormas
Aktual

LSM Persiapkan Permohonan Uji Materi UU Ormas

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
LSM Persiapkan Permohonan Uji Materi UU Ormas
Hukumonline

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat hingga Jumat masih mempersiapkan naskah permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi.

Mereka yang akan mengajukan "judicial review" itu, antara lain Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) , Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK) Indonesia Ronald Rofiandri, Jumat (13/9).

Berdasarkan identifikasi terhadap sejumlah pasal UU No.17 Tahun 2013 yang dilakukan oleh Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB), kata Ronald, setidaknya terdapat tujuh temuan yang kemudian dikelompokkan menjadi satu kategori permasalahan dan penilaian.

Ia menyebutkan ketujuh temuan tersebut, yakni norma yang tidak jelas batasan dan ruang lingkupnya; pasal-pasal yang tidak perlu ada untuk melegalkan keberadaan anggaran dasar dan anggran rumah tangga (AD/ART) organisasi; pasal-pasal tumpang-tindih dan menimbulkan konflik norma.

Temuan KKB lainnya, yaitu pasal-pasal yang tidak jelas konstruksi normanya; norma yang multitafsir; pasal-pasal yang tidak perlu ada di level undang-undang; dan norma yang tidak konsisten.

Ronald lantas mencontohkan norma yang tidak konsisten di dalam UU No.17 Tahun 2013, yaitu Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (3) UU Ormas diketahui bahwa ormas yang berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan badan hukum.

Dengan demikian, kata dia, ketika suatu ormas sudah memperoleh status badan hukum (yayasan atau perkumpulan), ormas tersebut tidak memerlukan surat keterangan terdaftar (SKT). Namun, keberadaan Pasal 15 Ayat (2) melalui frase "pendaftaran ormas berbadan hukum" justru membuat bias makna Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (3).

Dari Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (3), menurut Ronald, dapat ditafsirkan ketika syarat pengesahan badan hukum terpenuhi sebagaimana yang diatur di dalam UU Yayasan misalnya, maka saat itu juga diperoleh status terdaftar.

Ia berpendapat bahwa Pasal 15 Ayat (2) tidak perlu ada, atau frase "pendaftaran ormas berbadan hukum" diganti dengan frase "tata cara mendapatkan pengesahan status badan hukum". Alasannya, status terdaftar bagi ormas berbadan hukum bukan diperoleh dengan menempuh prosedur pendaftaran, melainkan pengesahan status badan hukum.

Ronald menegaskan bahwa persoalan UU Ormas tidak sekadar batang tubuh (pasal-pasal), tetapi pada konsep dasar pengaturannya.

"Dengan kata lain, meskipun DPR RI dan Pemerintah melakukan perbaikan terhadap materi Rancangan Undang-Undang/UU Ormas (pada pembahasan lalu), itu bersifat tambal sulam karena perubahan yang muncul berdiri di atas kerangka berpikir yang keliru," katanya.

Tags: