LSM Tuntut Pembatalan Divestasi Saham Newmont
Utama

LSM Tuntut Pembatalan Divestasi Saham Newmont

Tak satupun klausul dalam PP No 1 Tahun 2008 dan Permen No 52/PMK.01/2007 yang menyatakan PIP boleh membiayai divestasi perusahaan tambang.

Oleh:
M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
DPR diminta batalkan divestasi Newmont oleh Pemerintah karena dinilai<br>melanggar hukum. Foto: Sgp
DPR diminta batalkan divestasi Newmont oleh Pemerintah karena dinilai<br>melanggar hukum. Foto: Sgp

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Laskar Empati Pembela Bangsa (LEPAS) mendatangi Komisi XI DPR, Rabu (11/5). Mereka meminta Komisi Keuangan untuk membatalkan keputusan pemerintah dalam pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara sebesar tujuh persen. Pembelian tersebut dinilai akan menimbulkan kerugian yang besar bagi negara.

 

Kisruh soal pembelian saham Newmont telah usai. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan akhirnya mendapatkan jatah saham Newmont sebesar tujuh persen. Namun, LEPAS menganggap pembelian itu berpotensi menimbulkan sejumlah pelanggaran hukum serta kerugian bagi negara.

 

“Kami meminta DPR melakukan fungsi pengawasannya terhadap pemerintah dan membatalkan keputusan Menteri Keuangan,” ujar Panglima Besar LEPAS Eggi Sudjana.

 

Eggmengatakan ada beberapa kejanggalan yang patut dipertanyakan di balik keputusan Menteri Keuangan untuk membeli sisa saham Newmont. Pertama, soal penggunaan dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk membeli saham tersebut.

 

Menurutnya, tidak satupun klausul dalam PP No 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan Permen No 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja PIP yang menyatakan lembaga ini diperbolehkan membiayai divestasi perusahaan tambang. Apalagi, pembentukan aturan-aturan tersebut dilandasi semangat investasi pembangunan infrastruktur.

 

“Apalagi, dana PIP berasal dari kas negara karena lembaga itu merupakan salah satu instansi pemerintah yang dananya dari APBN,” kata Eggi.

 

Pernyataan Eggi ini berbeda dengan pengamat ekonomi Anggito Abimanyu. Mantan Kepala Badan Kebiajakn Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan ini berpendapat pemerintah melalui PIP boleh saja membeli saham swasta karena dalam aturannya perusahaan bentukan Menteri Keuangan itu bisa melakukan investasi yang seluas-luasnya.

 

Hal ini sebagaimana diatur dalam PP No 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. Dalam PP itu dijelaskan, pemerintah boleh mengambil saham divestasi tersebut melalui mekanisme APBN, dana PIP, atau melalui BUMN.

 

Sebelumnya, Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menyatakan keputusan pemerintah membeli saham Newmont untuk membangun tata kelola serta pengawasan pertambangan. Eggi mempertanyakan alasan ini. Menurutnya, dengan hanya memiliki saham sebesar tujuh persen, model pengawasan seperti apa yang dimiliki pemerintah untuk membangun tata kelola pertambangan. Posisi pemerintah, katanya, akan lemah.

 

Berbeda halnya apabila saham tersebut diserahkan kepada Pemda Nusa Tenggara Barat yang saat ini telah memiliki 24 persen saham Newmont. Terlebih, UU Mineral dan Batubara memfilosofikan adanya pemberdayaan kepada Pemda untuk mensejahterakan rakyatnya. “Jika diberikan kepada daerah, posisi pemda akan lebih kuat dalam menentukan kebijakan perusahaan nantinya,” tuturnya.

 

Eggi juga menyayangkan keputusan Menteri Keuangan yang tidak melalui persetujuan DPR. Ia menilai pemerintah telah menyalahgunakan kewenangan dan melakukan pelanggaran hukum ketatanegaraan. Menteri Keuangan, sambungnya, telah menciptakan disintegrasi serta merusak kesinergisan hubungan dan saling keterikatan antara Pemerintah Pusat, Pemda, dan DPR.

 

“Untuk menghindari konflik, sudah sepatutnya DPR melakukan investigasi terkait sikap pemerintah ini,” tambahnya.

 

Menanggapi permintaan LEPAS, Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis berjanji akan memanggil Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk hadir ke DPR pekan depan. Pada kesempatan nanti, Menteri Keuangan akan diminta menjelaskan kontroversi pembelian tujuh persen saham Newmont kepada parlemen, terutama mengenai penggunaan dana PIP untuk membeli saham.

 

“Sebenarnya kami sudah menolak pemerintah menggunakan dana PIP yang berbentuk BLU (Badan Layanan Umum, red.)yang anggarannya terkait langsung dengan APBN, tapi Menkeu tetap menabrak permintaan kami. Maka, kami sepakat jika Menkeu harus menjelaskan,” kata Politisi Golkar ini.

 

Sayangnya, upaya hukumonline menghubungi pihak Kementerian Keuangan maupun PIP tidak membuahkan hasil. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia Nasution dan Kepala PIP Saritaon Siregar tidak merespon telepon maupun pesan singkat yang dikirim hukumonline.

Tags: