MA 'Cetak' Rekor Terendah Sisa Perkara Sepanjang Sejarah
Laporan Tahunan MA 2021:

MA 'Cetak' Rekor Terendah Sisa Perkara Sepanjang Sejarah

MA memutus 19.233 perkara selama 2021, di tahun 2022 menyisakan 175 perkara. MA mendapat tingkat kepuasan publik cukup tinggi, terlihat dari jumlah upaya hukum yang diajukan di setiap tingkat peradilan.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua MA Prof. H.M. Syarifuddin saat penyampaian Laporan Tahunan MA 2021, Selasa (22/2/2022).
Ketua MA Prof. H.M. Syarifuddin saat penyampaian Laporan Tahunan MA 2021, Selasa (22/2/2022).

Sidang Laporan Tahunan Mahkamah Agung (Laptah MA) Republik Indonesia Tahun 2021 telah diselenggarakan pada Selasa (22/2/2022). Laporan Tahunan MA Tahun 2021 yang mengusung tema “Akselerasi Perwujudan Peradilan Modern” ini dihadiri Presiden dan Wakil Presiden RI, pimpinan lembaga negara, jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju, Ketua MA Negara-Negara Sahabat dan para Duta Besar, hingga para hakim/hakim agung.  

Dalam laporannya, Ketua MA menyampaikan beban perkara MA di tahun 2021 mencapai 19.408 perkara. Rinciannya, terdapat 19.209 perkara masuk dengan tambahan sisa 199 perkara dari tahun sebelumnya. Lalu, MA berhasil memutus 19.233 perkara selama tahun 2021, menyisakan perkara di tahun 2022 ini sejumlah 175 perkara. Angka itu disebut sebagai jumlah sisa perkara yang menjadi rekor terendah yang pernah dicapai sepanjang sejarah MA.

“Berdasarkan data penyelesaian perkara tersebut, maka rasio produktivitas memutus MA Tahun 2021 adalah sebesar 99,10 persen atau lebih tinggi dari Indikator Kinerja Utama yang ditetapkan yaitu sebesar 70 persen,” ujar Ketua Mahkamah Agung RI, Prof H.M. Syarifuddin saat menyampaikan Laptah MA Tahun 2021, Selasa (22/2/2022).

(Baca Juga: Ketua MA: Tahun 2021, Akselerasi Perwujudan Peradilan Modern)

Dia mengatakan meski dalam jumlah perkara yang diterima MA selama 2021 terdapat pengurangan mencapai 6,50% dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut berimplikasi pada beban penanganan perkara yang berkurang 6,52% dan berdampak pada berkurangnya jumlah perkara yang diputus sebesar 6,46%. Tapi, terdapat peningkatan sebesar 0,06% dalam rasio produktivitas memutus perkara jika dibandingkan dengan tahun 2020.

“Berkurangnya jumlah perkara masuk tahun 2021 tersebut, dipengaruhi oleh penurunan jumlah permohonan peninjauan kembali perkara pajak sebesar 33,53%. Namun, untuk perkara perdata, perdata khusus, pidana, pidana khusus, dan perdata agama pada tahun 2021 justru mengalami peningkatan,” ujar Syarifuddin.

Syarifuddin pun melaporkan dari putusan-putusan berkekuatan hukum tetap (BHT) pada perkara pelanggaran lalu lintas, tindak pidana korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian uang, dan perkara-perkara pidana lainnya yang dihasilkan, memuat pidana denda dan uang pengganti.

Jumlah denda dan uang pengganti berdasarkan putusan MA dalam perkara-perkara itu mencapai angka Rp 21.995.131.485.546,20 atau sekitar Rp 21 triliun lebih. Selain itu, dari putusan pengadilan tingkat pertama yang BHT pada lingkungan peradilan umum dan peradilan militer jumlah denda dan uang pengganti sebesar Rp 51.905.031.913.135,00 (Rp 51 triliun lebih).

Atas semua itu, tingkat kepuasan publik kepada lembaga peradilan yang diukur salah satunya dengan indikator jumlah upaya hukum yang diajukan terhadap masing-masing tingkat peradilan. Dari data MA, di luar perkara yang disidangkan dengan acara pemeriksaan cepat, perkara pelanggaran lalu lintas (tilang), serta perkara perdata permohonan pada tahun 2021 yang diajukan upaya hukum banding sebanyak 16.377 perkara atau hanya sebesar 2,71% dari jumlah keseluruhan perkara yang diputus pengadilan tingkat pertama.

Hal tersebut, kata dia, menunjukan tingkat kepuasan para pihak terhadap putusan pengadilan tingkat pertama sebesar 97,29%. Selanjutnya, di tingkat banding, terdapat 13.678 perkara yang diajukan kasasi atau sebesar 49,15% dari keseluruhan perkara yang diputus oleh pengadilan tingkat banding. Ini menandakan tingkat kepuasan para pihak atas putusan pengadilan tingkat banding adalah sebesar 50,85%.

“Sedangkan pada tingkat kasasi, putusan yang diajukan peninjauan kembali sebanyak 1.338 perkara atau sebesar 9,78 persen dari keseluruhan putusan kasasi. Dengan kata lain, tingkat kepuasan terhadap putusan kasasi adalah sebesar 90,22 persen,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait