MA Diminta Batalkan Qanun Hukum Jinayah
Berita

MA Diminta Batalkan Qanun Hukum Jinayah

Selain bertentangan dengan sejumlah UU, pembentukan Qanun Hukum Jinayah dinilai mengabaikan semangat perjanjian Helsinki.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
MA Diminta Batalkan Qanun Hukum Jinayah
Hukumonline
Setelah kandas melalui executive review di Kementerian Dalam Negeri, akhirnya Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah di-judicial review (hak uji materi) ke Mahkamah Agung (MA). Pemohonnya, Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) dan Solidaritas Perempuan yang menganggap Qanun Hukum Jinayah ini bertentangan sejumlah undang-undang (UU) terkait prinsip hak asasi manusia (HAM) dan sistem peradilan pidana.

“Kita minta Qanun Hukum Jinayah atau sejenis peraturan daerah hukum pidana ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat karena bertentangan dengan sejumlah UU,” ujar Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono usai mendaftarkan permohonan hak uji materi Qanun ini di  Mahkamah Agung, Kamis (22/10).

Pemohon menegaskan Qanun Hukum Jinayah yang berlaku efektif sejak 28 September 2015 atau setahun setelah diundangkan ini bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang. Misalnya, KUHP, KUHAP, UU HAM, UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik (Sipol), UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Kovenan Anti Penyiksaan, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Kovensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, UU Perlindungan Anak.  “Setidaknya, ada sembilan Undang-Undang yang dilanggar oleh Qanun Hukum Jinayah itu,” kata Supriyadi.

Dia menyoroti hukum (pidana) cambuk dalam Qanun Jinayah yang menyimpang dari sistem pemidanaan di Indonesia. Selain itu, rumusan pasal Qanun Hukum Jinayah terkait tuduhan zina bertentangan dengan hak-hak perempuan dan sistem hukum acara pidana. Seperti, adanya kewajiban korban perkosaan memberi bukti, sumpah tambahan diakui sebagai alat bukti, dan penetapan hakim sebagai dasar pemidanaan hukuman cambuk.

“Korban perkosaan terbebani pembuktian yang seharusnya menjadi tanggung jawab jaksa penuntut umum. Konteks hukum pidana, penetapan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, tetapi harus dengan putusan hakim,” katanya.

Diakui pemohon, UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah menjamin kekhususan provinsi Aceh menjalankan nilai-nilai syar’iat Islam melalui Qanun. Namun, hak kewenangan otonomi khusus ini tidak bersifat absolut. Bagaimanapun, Qanun harus tetap memperhatikan asas-asas hukum pidana nasional dan nilai-nilai HAM.

“Keberadaan Qanun Aceh yang mengingkari hukum pidana nasional ini potensial merusak kepastian hukum terutama bagi orang-orang di luar Aceh untuk tujuan wisata atau bekerja. Sebab, akan ada dualisme sistem pemidanaan yang akan diterapkan terhadapnya. Ini masalah serius dalam sistem hukum kita,” sambung Peneliti ICJR, Anggara Suwahju.

Terlebih, kata Anggara, dalam Perjanjian Damai Helsinki yang mendasari lahirnya UU Pemerintah Aceh telah disepakati legislatif Aceh akan membentuk peraturan daerahnya dengan memperhatikan prinsip HAM universal khususnya kovenan internasional terkait hak sipol dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

“Jadi, selain bertentangan dengan sejumlah UU, pembentukan Qanun Hukum Jinayah mengabaikan semangat perjanjian Helsinki antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ini. Kekhususan boleh saja, tetapi standarnya tidak boleh lebih rendah dari sistem yang ada saat ini,” katanya.

Aktivis Solidaritas Perempuan, Puspa Dewy, menambahkan beberapa pengalaman kasus korban pemerkosaan sangat sulit mencari dan memberi alat bukti. Belum lagi, ada beban psikologis yang dialami korban. Pengaturan sumpah sebagai alat bukti dalam Qanun Jinayah ini juga mengandung impunitas (kekebalan) terutama bagi pelaku pemerkosaan dan para pelaksana Qanun Jinayah ini.

“Hanya dengan sumpah beberapa kali ini, pelaku (pemerkosaan) bisa dibebaskan dan kesalahan menangkap atau menuduh seseorang tidak ada hukuman bagi pelaksananya. Bagaimana bisa pemulihan keadilan (restorative justice) terhadap korban bisa diterapkan?” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait