MA Larang Buron Ajukan Praperadilan, Ini Masukan ICJR
Berita

MA Larang Buron Ajukan Praperadilan, Ini Masukan ICJR

ICJR khawatir ketidaklengkapan aturan dalam SEMA ini nantinya akan menimbulkan masalah dalam praktik peradilan. Karena itu, perlu pengaturan lebih rinci dan meluas karena banyak aspek penting lain dalam permohonan praperadilan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Untuk sementara tidak masalah pengaturan larangan tersangka DPO diatur dalam SEMA. Namun, ke depan lebih baik diatur juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) terkait hukum acara praperadilan yang mengatur lebih rinci dan lebih luas lagi,” harapnya.  

 

Menurutnya, hukum acara praperadilan tetap harus dibuat, mengingat masih banyak kekosongan hukum yang terjadi dalam praktik praperadilan. Kekosongan hukum ini harus segera diatasi pembentuk UU karena lembaga praperadilan merupakan pranata penting untuk menjamin hak–hak tersangka dalam sistem peradilan pidana.

 

Ia menyebut setelah disahkannya UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, lembaga praperadilan tidak lagi kompatibel dalam pengaturan jangka waktunya, khususnya terkait dengan upaya paksa. Karena itu, Anggara mengingatkan potensi besar penyalahgunaan hukum terhadap anak–anak yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana jika hukum acara praperadilan ini tidak segera dibenahi.

 

Dia menambahkan pengaturan secara paripurna hukum acara praperadilan juga diperlukan mengingat banyak ketentuan baru yang dianggap sebagai bagian upaya paksa. Namun, tidak memiliki mekanisme pengawasan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

 

Seperti diketahui, terdapat beberapa tersangka yang melarikan diri, lalu mengajukan praperadilan. Bahkan putusan praperadilannya dimenangkan oleh pengadilan. Salah satunya kasus La Nyalla Matalitti, mantan Ketua PSSI yang pernah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan korupsi dana hibah pada Kadin Jawa Timur untuk pembelian IPO (initial public offering) Bank Jatim oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

 

La Nyalla sebelumnya dituntut hukuman 6 tahun penjara. Dia juga pernah tiga kali mengajukan praperadilan atas status tersangkanya dan permohonannya dikabulkan hakim. Sebelum duduk di kursi pesakitan, La Nyalla sempat melarikan diri ke Malaysia dan pelariannya berakhir di Singapura. Saat mengajukan praperadilan pun ia menang dan telah divonis bebas oleh majelis hakim Sumpeno di Gedung PN Tipikor Jakarta Pusat pada 30 September 2016 lalu.

Tags:

Berita Terkait