MA Tak Akan Seleksi Ulang Hakim Karir Pengadilan Korupsi
Utama

MA Tak Akan Seleksi Ulang Hakim Karir Pengadilan Korupsi

MA tidak berencana melakukan seleksi ulang terhadap hakim karir untuk pengadilan khusus korupsi. Sepuluh hakim yang telah menjalani pelatihan, tetap akan diangkat sebagai hakim pengadilan korupsi, meski belum tentu akan mengadili perkara korupsi.

Nay
Bacaan 2 Menit

 

"Kalau orang sudah masuk pendidikan, pikiran saya sudah beres semua, sekarang kok diomong lagi bahwa ada cacat, ada kurang, investasi kita yang begitu besarnya bagaimana," tambah Bagir lebih jauh.

 

Diragukan

Seperti diketahui, beberapa pihak meragukan integritas para hakim yang telah mengikuti pendidikan tentang Korupsi (lihat Sebagian Hakim Karir pengadilan Korupsi Diragukan Integritasnya. Apalagi, proses seleksi yang dilakukan MA dinilai tidak transparan dan partisipatif (lihat Rekrutmen Hakim Karir Korupsi Dinilai Melanggar Undang-undang).   

 

Bagir juga mempertanyakan jika disebutkan bahwa sesuai UU, harus dilakukan seleksi lagi terhadap sepuluh hakim tersebut. "Kalau sekarang diumumkan lagi, di seleksi lagi, lalu pekerjaan tuan-tuan (penyeleksi-red ) dulu itu apa. Kalau diseleksi ulang, bagaimana kedudukan yang dulu," tandasnya.

 

Mengenai anggapan tidak adanya partisipasi publik dalam seleksi hakim karir itu, Bagir membantahnya. Menurut Bagir, seleksi yang dilakukan oleh pihak yang berasal dari luar MA, dalam hal ini Partnership, sudah merupakan wujud partisipasi publik. "Partisipasi yang bagaimana lagi, apa orang seluruh Indonesia harus ngomong. Orang luar ikut, itu partisipasi," ucapnya.

 

Harus diumumkan

Sementara itu, Mas Achmad Santosa dari Partnership menyatakan bahwa menurut rumusan Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, MA harus mengumumkan para calon hakim pengadilan korupsi, baik karir maupun ad hoc untuk mendapat tanggapan dari masyarakat. "Rumusan Undang-undangnya kan menyatakan harus diumumkan pada publik dan publik diberikan kesempatan. Ini kan belum dilakukan," ujarnya.

 

Pasal 56 ayat (4) UU tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa dalam menetapkan (untuk hakim karir) dan mengusulkan (untuk hakim ad hoc) calon hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ketua Mahkamah Agung wajib melakukan pengumuman pada masyarakat.

 

Dalam penjelasan ayat itu dinyatakan bahwa pemilihan calon hakim yang akan ditetapkan dan yang akan diusulkan pada presiden dilakukan secara transparan dan partisipatif. Pengumuman dapat dilakukan baik melalui media cetak maupun elektronik guna mendapatkan masukan  dan tanggapan masyarakat terhadap calon hakim pengadilan tindak pidana korupsi.

Tags: