MA Tak Bisa Intervensi Putusan Praperadilan BG
Berita

MA Tak Bisa Intervensi Putusan Praperadilan BG

Bawas MA belum menyampaikan tindak lanjut pengaduan masyarakat. Tipikal hakim berbeda-beda.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Mahkamah Agung (MA) menegaskan semua pihak seharusnya menghormati setiap putusan hakim, salah satunya putusan praperadilan Komjen (Pol) Budi Gunawan (BG) menyatakan penetapan status tersangka BG tidak sah. Terutama pasca tidak diterimanya permohonan kasasi KPK terhadap putusan praperadilan BG oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“MA memandang kalau putusan praperadilan BG, putusan yang harus dihormati dan tidak bisa diintervensi. Makanya, selama ini MA ‘diam’ karena itu putusan hakim,” ujar Juru Bicara MA, Suhadi saat dihubungi hukumonline, Selasa (10/2).

Suhadi menegaskan bagaimanapun putusan praperadilan BG yang diputus hakim tunggal Sarpin Rizaldi itu menyangkut independensi hakim. Karenanya, pimpinan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi termasuk pimpinan MA sekalipun tidak bisa ikut campur (intervensi) putusan yang dijatuhkan para hakim.

Menurutnya, setiap putusan hakim mengedepankan prinsip independensi yang berlaku universal, sehingga dalam memutus perkara tidak bisa diintervensi siapapun termasuk MA. Hal ini telah dijamin Pasal 24 UUD 1945 terkait kemandirian kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur pemerintah maupun pihak manapun.

“Sikap MA terhadap putusan praperadilan BG sesuai undang-undang saja (KUHAP) yang putusannya bersifat final dan mengikat, seperti putusan MK,” kata dia. “Makanya, dalam pertemuan pimpinan MA dan KPK tidak bahas soal itu, hanya perkenalan dan menjelaskan tugas dan kewenangan masing-masing lembaga.”

Dia menerangkan dalam praktik peradilan ada dua jenis karakteristik hakim dalam mengadili dan memutus perkara. Pertama, tipe hakim yang legalistik yang pandangannya sesuai peraturan perundang-undangan alias corong undang-undang. Kedua, tipe hakim progresif yang bukan corong undang-undang.

“Tipe hakim yang bukan corong undang-undang tergantung pertimbangan hukumnya (legal reasoning). Kalau hakim Sarpin dianggap tipe hakim progresif, silahkan saja ditafsirkan seperti, tetapi bukan saya yang mengatakan,” kata Suhadi.

Saat ditanya surat KPK yang meminta MA menyikapi putusan praperadilan BG, Suhadi mengaku belum mengetahui adanya surat itu. “Saya sendiri belum tahu isinya karena saya belum terima suratnya. Barangkali surat jawaban ketua MA mendisposisikan kepada yang lain atau hanya disuruh diarsipkan (tidak perlu dijawab).” Tetapi, Pimpinan KPK sudah menemui pimpinan MA, Jum’at pekan lalu.

Lalu, soal tindak lanjut laporan dugaan pelanggaran etik Hakim Sarpin, Suhadi pun mengaku belum mendapatkan laporan dari Badan Pengawasan MA. “Belum ada laporan dari Bawas MA. Saya juga tidak tahu sudah dibentuk tim atau belum. Tetapi, ini sebelum ada putusan final, hasil pemeriksaannya juga harus rahasia,” katanya.

Untuk diketahui, Sarpin Rizaldi membatalkan penetapan tersangka Budi Gunawan melalui putusan praperadilan. KPK dianggap tidak berwenang menyidik karena jabatan Budi Gunawan ketika itu bukan penyelenggara negara maupun penegak hukum. Kasus tersebut juga tidak terkategori meresahkan masyarakat dan tidak merugikan negara paling sedikit Rp1 miliar.

Putusan ini menuai kontroversi, lalu Sarpin diadukan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke KY dan Bawas MA. Sarpin dianggap melanggar kode etik dan perilaku hakim karena memutus perkara di luar kewenangannya dengan memperluas objek praperadilan terkait keabsahan penetapan tersangka BG oleh KPK. KY sudah memeriksa sejumlah pihak yaitu pelapor, kuasa hukum BG dan KPK, ahli, dan Ketua PN Jakarta Selatan.

KPK pun telah berupaya mengajukan kasasi, tetapi PN Jakarta Selatan menyatakan tak menerima permohonannya. Pengadilan berdalih pengajuan kasasi KPK atas putusan praperadilan BG tidak memenuhi syarat formal sesuai SEMA No. 8 Tahun 2011 tentang Perkara yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Selain itu, sebelum mengajukan kasasi, KPK mengaku telah menyurati MA untuk menyikapi kasus praperadilan BG ini. Namun, hingga kini MA belum menanggapi surat yang dikirimkan KPK. Akhirnya, KPK memutuskan melimpahkan penanganan perkara BG ke Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu pasca dikabulkan permohonan praperadilan BG.
Tags: