Maju Caketum PERADI, Hasanuddin: Kualitas Advokat Indonesia Harus Sama Rata
Utama

Maju Caketum PERADI, Hasanuddin: Kualitas Advokat Indonesia Harus Sama Rata

Selama ini, gap kualitas advokat Jakarta dengan advokat daerah cukup jauh.

TRI YUANITA INDRIANI
Bacaan 2 Menit
Hasanuddin Nasution. Foto: SGP.
Hasanuddin Nasution. Foto: SGP.
Hasanuddin Nasution mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) periode 2015-2020. Tidak mengagendakan acara deklarasi khusus, bertempat di Hotel Madani, Medan, Sabtu (28/2), Hasanuddin menegaskan tekadnya siap bertarung di perhelatan Musyawarah Nasional PERADI ke-2 di Makassar, Sulawesi Selatan, akhir Maret 2015 nanti.

“Saya memang ada acara di Medan hari itu, kemudian sebisa mungkin waktu yang ada itu saya pergunakan aja (untuk deklarasi, red),” ujar Hasanuddin kepada hukumonline melalui telepon, Jumat kemarin (6/3).

Hasanuddin menjelaskan alasan kenapa dirinya tidak menggelar acara deklarasi khusus seperti lima kandidat sebelumnya. Menurut dia, tidak ada hubungan yang signifikan antara acara deklarasi dengan proses pencalonan ketua umum. Hasanuddin memandang menjalin komunikasi dengan jajaran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) lebih penting ketimbang acara deklarasi.

“Kan berdasarkan komunikasi-komunikasi yang dilakukan dengan DPC, DPC kemudian memilih. Nah, komunikasi-komunikasi itu sebenarnya selaku Sekjen kan sudah lama banget saya lakukan itu. Itu yang membuat saya berpikir ‘loh buat apa deklarasi?’ yang saya harus yakinkan itu DPC ini. Percaya nggak mereka kepada saya?” tutur Hasanuddin yang saat ini masih menjabat Sekjen DPN PERADI 2010-2015.

Dikatakan Hasanuddin, dirinya maju sebagai calon ketua umum karena ingin menyelesaikan satu pekerjaan rumah besar, yakni meningkatkan kualitas advokat Indonesia. Hasanuddin bercerita, selama hampir 12 tahun terakhir menjadi pengurus PERADI dan berkeliling Indonesia menangani perkara, ia melihat gap (jarak) yang cukup besar antara advokat di Jakarta dan advokat lain di daerah.

“Saya tahu banget betapa jomplangnya, betapa renggangnya pengetahuan advokat di daerah dengan jakarta. Dan mereka itu harus dibantu untuk memiliki pendidikan tambahan,” ucapnya.

Selama itu pula, ketika menjabat sebagai Wakil Sekjen pada periode awal dan Sekjen pada periode kedua, Hasanuddin mengaku tidak mendapat akses dan kewenangan untuk menjalankan idenya memberikan pendidikan-pendidikan tambahan bagi advokat-advokat di daerah.

Membuat pendidikan semacam ini memang tidak murah, diakui Hasanuddin. Namun, menurut dia, banyak advokat asing yang bersedia membagikan ilmunya, bahkan menjadi sponsor dalam pelatihan ini. Sayangnya, PERADI tidak mau menyetujui hal tersebut dengan alasan dananya tidak ada atau habis.

“Loh bagaimana habis? Habis pun itu untuk anggota. Apa sih yang pernah kita berikan buat anggota? Nggak ada gitu loh. Nah itulah bukan main. Bagaimana kita mau menghadapi MEA, pengetahuannya cetek banget,” timpalnya.

Hal lain yang diusung Hasanuddin adalah penguatan DPC. Dia bertekad akan memberdayakan DPC dalam menjalankan salah satu fungsi sebagai organisasi advokat, yakni melayani advokat. Fungsi pelayanan, kata Hasanuddin, harus didistribusikan ke daerah-daerah, jangan terpusat di DPN PERADI.

Sebagai contoh, Hasanuddin menyebut pengangkatan advokat baru dan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Menurut dia, dua kegiatan itu sebaiknya diserahkan ke DPC-DPC. Pelibatan DPC, kata Hasanuddin, perlu dilakukan agar DPC mendapatkan pemasukan yang nantinya dimanfaatkan untuk mengelola organisasi mereka.

“Kalau sekarang kita suruh mereka menjalankan apapun, (mereka jawab) ‘uangnya nggak ada bos’. Aduh… ya Allah. Bagaimana saya nggak nangis menjerit,” Hasanuddin menyampaikan keprihatinannya.

Hasanuddin berpendapat mendistribukan pelaksanaan fungsi organisasi kepada DPC berarti meringankan beban DPN. “Memperkuat DPC, sama dengan memperkuat dua kali DPN dengan sendirinya,” tukasnya.

Hal lain yang menjadi akan perhatian Hasanuddin adalah penataan internal organisasi. Perlu ada perubahan manajemen dan pembagian tugas agar segala hal tidak terfokus pada satu pemimpin saja, dan ujungnya menyebabkan kesibukan tak berarti, sedangkan hal lain justru terabaikan.

Masih sangat banyak permasalahan yang harus dibenahi, dan kita hanya sibuk di DPN, sebut Hasanuddin.

“Bahwa saya (benar) adalah rezim itu. Tapi saya bilang tadi, ada banyak kendala yang tidak bisa saya tembus karena dominasi orang-orang tertentu. Ini juga yang nggak boleh terjadi (lagi),” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait