Mantan Pegawai yang Jadi Pengacara Jangan Ikut Melemahkan KPPU
Berita

Mantan Pegawai yang Jadi Pengacara Jangan Ikut Melemahkan KPPU

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) berharap mantan pegawai KPPU yang terjun menjadi pengacara tidak memanfaatkan kelemahan KPPU.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Diskusi Panel “Pokok-Pokok Amandemen UU No.5 Tahun 1999” di Jakarta, Selasa (24/10). Foto: NNP
Diskusi Panel “Pokok-Pokok Amandemen UU No.5 Tahun 1999” di Jakarta, Selasa (24/10). Foto: NNP
Status kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selalu menjadi perhatian sejumlah kalangan. Baik pemerintah, akademisi, pelaku usaha, hingga komisioner KPPU sendiri gelisah melihat nasib lembaga yang berdiri sejak 17 tahun silam.

Komisioner KPPU Muhammad Nawir Messi mengatakan bahwa KPPU menghadapi persoalan beberapa waktu belakangan lantaran harus rela ditinggalkan ratusan karyawan terbaiknya. Informasi yang disampaikan, sebanyak 160-170 karyawan telah resmi mengundurkan diri dari sekretariat KPPU dalam lima tahun terakhir. Puluhan karyawan aktif juga dikabarkan akan mengundurkan diri lantaran tertarik terjun ke profesi lain, salah satunya pengacara.

“Rumornya ada 40-50 orang yang sedang mencari pekerjaan di tempat lain. Itu adalah pukulan berat bagi KPPU,” kata Messi dalam diskusi panel “Pokok-Pokok Amandemen UU No.5 Tahun 1999” di Jakarta, Selasa (24/10).

Kedudukan KPPU yang tidak jelas dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berdampak serius bagi status Kesekretariatan KPPU. Para pegawai yang bekerja selama belasan tahun sekalipun bukan dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil sehingga secara tidak langsung dianggap sebagai pegawai honorer pada sebuah kementerian atau lembaga.

Persoalan tersebut berusaha diatasi lewat revisi UU No.5 Tahun 1999, salah satu poin yang direvisi adalah terkait penguatan lembaga otoritas bidang persaingan usaha menjadi lembaga negara. Ditengah proses pembahasan revisi tersebut, kata Messi, KPPU merasa ‘was-was’ lantaran dalam waktu bersamaan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

(Baca Juga Liputan Khusus: Menelaah Arah Penegakan Hukum Persaingan Usaha)

“Kalau ASN lebih dulu selesai dibandingkan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999, maka bisa jadi temen-temen di Sekretariat KPPU tidak bisa dimasukan dalam budget APBN. Ini konsekuensi terbesar dari perlunya kita lakukan percepatan pembahasan. Kalau tidak, sekretariat tidak akan disupport dari sisi pembiayaan pegawai,” kata Messi.

Di tempat yang sama, Ketua KPPU, M Syarkawi Rauf mengatakan bahwa revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 akan memperkuat status dan kedudukan KPPU sebagai lembaga negara yang independen. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan detil terkait kelembagaan diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang KPPU.

Namun, dalam revisi itu nantinya pengaturan lebih detil terkait kelembagaan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan dari UU Nomor 5 Tahun 1999 setelah revisi. “Berdasarkan rapat terbatas kabinet, kalau ada penggantian undang-undang, pengaturan kelembagaan itu diatur lewat PP,” kata Syarkawi.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Bahlil Lahadalia, tegas memberikan dukungan agar status dan kelembagaan KPPU menjadi lebih kuat pasca revisi UU Nomor 5 Tahun 1999. Menurutnya, revisi aturan tersebut harus memperhatikan dua kepentingan utama, yakni rakyat dan pengusaha yang tergolong pendatang baru. Tanpa penguatan kelembagaan, ia khawatir KPPU tidak mampu melawan monopoli dan kartel yang semakin kompleks. “HIPMI mendukung penguatan KPPU,” kata Bahlil.

(Baca Juga: Menutup Kisah KPPU yang Ditinggal Pergi Para Pegawai)

Senada dengan Messi, Bahlil melihat berbagai cara dilakukan untuk membuat KPPU tetap  dengan keadaan yang seperti sekarang ini. Bahkan ia menyebut, ada sekelompok golongan yang sengaja menolak revisi UU No.5 Tahun 1999 terutama soal penguatan lembaga dan kewenangan lain yang mereka anggap akan merugikan pengusaha. HIPMI mendorong para stakeholder terutama yang tidak pro dengan KPPU agar duduk bersama dan saling melontarkan argumen kenapa mereka tidak sepakat dengan penguatan KPPU.

Bahlil juga heran karena banyak mantan pegawai KPPU yang ‘banting stir’ seperti menjadi lawyer dan mereka menjadi kuasa hukum pengusaha yang melawan KPPU di persidangan. Yang dikhawatirkan, pengalaman mereka ketika bekerja di KPPU membuatnya tahu lebih dalam soal kelemahan KPPU sehingga keadaan tersebut tidak menguntungkan buat KPPU. HIPMI berharap cara-cara tersebut sebaiknya tidak lagi digunakan bila Indonesia ingin menjadi negara maju.

“Tidak heran kalau ada mantan pejabat di KPPU kemudian keluar dan menjadi pengacara. Kepada orang-orang tersebut (klien) melemahkan KPPU. Itu sebuah fakta, karena pengacara itu semakin banyak kasus semakin bagus itu barang. Semakin tahu kelemahan di dalam, semakin peluang memenangkan pertarungan. Menurut saya, cara-cara seperti ini, kapan negara akan maju,” kata Bahlil.


Tags:

Berita Terkait