Masa Depan Perawatan Kesehatan di Era Baru Digitalisasi
Terbaru

Masa Depan Perawatan Kesehatan di Era Baru Digitalisasi

Sejauh mana regulasi telehealth akan mengakomodasi perkembangan teknologi saat ini; atau bagaimana AI dapat menjadi poin penting dalam regulasi, keduanya masih menjadi suatu pertanyaan besar yang belum terjawab.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit

 

Peran Artificial Intelligence dalam Kesehatan

Fakta bahwa peran AI akan semakin kuat memengaruhi aspek-aspek kehidupan manusia merupakan hal yang tidak dapat dimungkiri lagi. Oleh karenanya, dalam upaya membangun infrastruktur telehealth, Debu Batara menilai, pemerintah perlu mempersiapkan suatu wadah peraturan yang dapat memfasilitasi penggunaan serta perkembangan kecerdasan sintetik ini dalam perawatan kesehatan.

 

“Sebagai contoh, saat ini AI sudah mulai digunakan dalam upaya untuk mendeteksi dini penyakit seperti kanker atau penyakit degeneratif. Diagnosis yang lebih akurat, pengambilan keputusan yang cepat, serta kemampuan melakukan perencanaan perawatan yang optimal merupakan beberapa keunggulan yang dapat diharapkan dari kecerdasan sintetik ini,” Myra William menambahkan.

 

Dilansir dari McKinsey, sebagai salah satu kekuatan besar dunia, China baru-baru ini telah meningkatkan investasinya dalam pengggunaan AI di dunia kesehatan. Investasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan perawatan kesehatan melalui hasil diagnosis yang dapat diandalkan serta keputusan klinis yang akurat. Seiring dengan langkah China, negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Britania Raya juga mulai mengadopsi AI dalam penyediaan perawatan kesehatan. Namun, saat ini penggunaan AI masih dapat dikatakan bersifat terbatas, karena hanya digunakan sebagai alat internal untuk membantu dokter dan peneliti dalam menyediakan layanan perawatan kesehatan serta dalam penelitian medis mereka.

 

Mencoba mendobrak penggunaan AI yang masih sangat terbatas tersebut, salah satu aplikasi kesehatan digital, Babylon Health UK telah mencoba memanfaatkan kemampuan AI secara lebih maksimal. AI dalam aplikasi Babylon dibangun berdasarkan pengetahuan medis dan data kesehatan yang ada untuk membentuk ensiklopedia medis digital yang dapat mengidentifikasi penyakit, gejala, serta obat-obatan yang terkait. Melalui platform kesehatan Babylon, pasien dapat dengan mudah mengakses fitur chatbot untuk memasukkan gejala yang dirasakan serta mendapatkan tanggapan mengenai penyebab dan pengobatan yang paling mungkin berdasarkan basis data medis yang dimiliki Babylon. Selanjutnya, melalui platform yang sama, untuk melanjutkan saran awal yang diterima dari AI, pasien juga dapat meminta saran dari spesialis. Meskipun Babylon dikatakan sangat akurat dan menghemat waktu dokter dan praktisi, masih terdapat skeptisisme terhadap bentuk konsultasi kesehatan yang sepenuhnya dilakukan melalui AI ini.

 

Dalam pandangan Debu Batara, tidak mengherankan jika aplikasi seperti Babylon akan mulai masuk ke pasar Indonesia dalam waktu dekat. Itu sebabnya, untuk mengantisipasi perkembangan tersebut, infrastruktur peraturan telehealth yang dikembangkan harus dapat menjawab pertanyaan dasar mengenai otoritas/regulator yang akan memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol serta pengawasan terhadap nasihat medis yang dikeluarkan AI. “Terutama sejauh mana intitusi penyedia jasa atau profesional terkait harus tanggung jawab atas terjadinya kesalahan diagnosis atau tidak akuratnya suatu advis kesehatan yang diberikan oleh AI,” ujar Debu Batara.

 

Saat ini, mengingat Indonesia masih berusaha mengejar ketertinggalannya dalam mengembangkan teknologi dan infrastruktur peraturan terkait telemedicine, kewenangan pengaturan utama mengenai telemedicine masih berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kemenkes. Kemenkominfo mengatur segi aktivitas bisnis dan perizinan, sementara Kemenkes mengatur implementasi layanan yang disediakan dalam aplikasi.

 

“Hanya saja, mengingat konsep AI yang akan semakin jauh memasuki ranah pelayanan kesehatan, perlu dilakukan suatu tinjauan lebih dalam mengenai keefektifan peran kedua instansi tersebut dalam dunia telehealth, termasuk bagaimanakah kedua regulator tersebut dapat memaksimalkan perannya dalam perkembangan dunia kesehatan yang semakin sarat teknologi,” Debu Batara melanjutkan.  

Tags:

Berita Terkait