Mayday 2019: Beragam Tuntutan Kesejahteraan Buruh
Utama

Mayday 2019: Beragam Tuntutan Kesejahteraan Buruh

Seperti, menghapus PP Pengupahan, menolak PHK massal, outsourcing, perampasan lahan, penyelesaian konflik agraria, dan penegakan hukum ketenagakerjaan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Tak hanya di Jakarta, buruh di berbagai daerah juga memperingati Mayday 2019 dengan melakukan aksi demonstrasi antara lain di Palembang, Sumatera Selatan. FSB Nikeuba KSBSI Palembang mengusung tema menolak outsourcing, sistem kerja kontrak, PP Pengupahan, dan penegakan hukum bidang ketenagakerjaan.

 

Ketua FSB Nikeuba KSBSI Sumatera Selatan Hermawan mengatakan kaum buruh harus menuntut tegaknya hukum ketenagakerjaan. “Penegakan hukum ketenagakerjaan masih carut marut, sehingga menjadi momok menakutkan bagi buruh. Buruh berharap adanya kepastian hukum,” kata Hermawan.

 

Koordinator wilayah KSBSI Sumatera Selatan Ali Hanafiah mengatakan pengawas ketenagakerjaan dan PPNS “mandul” dalam menegakan pidana ketenagakerjaan. Beberapa laporan pidana ketenagakerjaan yang pernah disampaikan pihaknya sampai saat ini belum ada yang diproses sampai penyidikan lengkap atau P21. “Kami berharap agar kepolisian bersinergi dengan PPNS, sehingga kasus pidana ketenagakerjaan dapat berjalan,” kata Ali.

 

Pidana Perburuhan

LBH Jakarta menilai pemerintah belum sepenuh hati menyejahterakan kaum buruh, padahal ini amanat konstitusi. Meskipun UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, sanksi hukum, tapi pelanggaran hak-hak pekerja masih terus terjadi. Misalnya faktanya, masih banyak pembayaran upah di bawah standar upah minimum, pemberangusan serikat buruh, tidak membayar upah lembur, tidak mendaftarkan pekerja dalam program jaminan sosial dan kecelakaan kerja (BPJS Kesehatan/Ketenagakerjaan).

 

Menurut catatan LBH Jakarta, ada banyak sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan. Sanksi itu mulai dari administratif sampai pidana. Sedikitnya ada 46 jenis tindak pidana perburuhan yang tercantum dalam 6 UU.  Seperti, UU Ketenagakerjaan; UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja; UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS; UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; UU No.7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.

 

“Sangat disayangkan dalam prakteknya jarang sekali mekanisme pidana dalam UU tersebut digunakan oleh aparat penegak hukum untuk mengimplementasikan norma yang ada,” papar LBH Jakarta dalam keterangan tertulisnya.

 

Bagi LBH Jakarta absennya penegakan pidana perburuhan membuat hukum ketenagakerjaan terus menerus dilanggar pengusaha. LBH Jakarta menghitung selama 2017 ada 1.287 korban tindak pidana perburuhan di Jabodetabek dan Karawang. Mereka sudah mengadukan kasusnya kepada kepolisian, tetapi tidak dapat ditindaklanjuti dengan berbagai dalih seperti minimnya pemahaman aparat kepolisian terhadap pidana ketenagakerjaan, ketiadaan penyidik khusus, alasan lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait