Mediasi Dinilai Sebagai Penyelesaian Sengketa Terbaik dalam Perbankan Syariah
Berita

Mediasi Dinilai Sebagai Penyelesaian Sengketa Terbaik dalam Perbankan Syariah

Pemerintah perlu mengatur mediasi dalam undang-undang khusus.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Dosen Hukum Ekonomi Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Wirdyaningsih (kerudung oranye) diapit para Promotor, Ko-Promotor, dan Penguji usai sidang disertasinya. Foto: NEE
Dosen Hukum Ekonomi Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Wirdyaningsih (kerudung oranye) diapit para Promotor, Ko-Promotor, dan Penguji usai sidang disertasinya. Foto: NEE

Di tengah pasang surut gelombang islamophobia dan beragam kecurigaan pada syariah Islam, tercatat penguatan pada penerapan prinsip-prinsip syariah dalam praktik ekonomi di Indonesia. Bersama dengan itu, terjadinya sengketa dalam bisnis syariah pun tak terelakkan. Disertasi doktor Wirdyaningsih, dosen Hukum Ekonomi Islam Fakultas Universitas Indonesia (FHUI), mengajukan solusi agar sengketa perbankan syariah tetap berjalan dalam koridor syariah melalui mediasi.

 

Perempuan berdarah Minang kelahiran 9 Februari 1970 yang akrab disapa Nunung ini sukses menyabet gelar doktor dalam ilmu hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) tepat di hari Kartini (21/4) lalu. Nunung adalah Doktor ke-253 yang dihasilkan dari kampus hukum tertua di Indonesia ini melalui karya disertasi “Mediasi sebagai Upaya Mewujudkan Ishlah dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”.

 

Sejak didirikannya bank umum syariah pertama di tahun 1992, perbankan syariah telah hadir selama lebih dari seperempat abad di Indonesia. Sejak saat itu pula industri keuangan syariah Indonesia telah merambah mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, lembaga pembiayaan, dana pensiun, dll. Dalam Roadmap Pengembangan Keuangan Syariah Indonesia 2017-2019 yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan(OJK), disebutkan pada Desember 2016 total aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 889,28 triliun atau USD 66,2 miliar.

 

Tren perkembangan ini diprediksi terus meningkat dan menguat. Tentunya penataan regulasi yang baik dan makin komprehensif sangat dibutuhkan dalam menunjangnya. Salah satunya dalam alternatif penyelesaian sengketa. Dalam penelitian Nunung, komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah sudah seharusnya dilaksanakan pula dalam peyelesaian sengketa ekonomi syariah. Terutama pada perbankan syariah yang pada tahun 2016 tercatat menyumbang 41,12% dari total aset keuangan syariah Indonesia.

 

Fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan kekuatan ekonomi syariah terbesar di dunia tercatat dalam sejumlah laporan internasional. Global Islamic Finance Report menempatkan Indonesia pada peringkat ke-6 Islamic Finance Country Index di tahun 2016. Pada tahun yang sama, Thomson Reuters Islamic Finance Development Report menempatkan Indonesia di urutan ke-9 sebagai negara yang memiliki aset keuangan terbesar di dunia.

 

Di hadapan promotor Prof. Uswatun Hasanah, ko-promotor Yoni Agus Setyono dan Prof.Takdir Rahmadi, serta lima orang tim penguji: empat dari internal FHUI (Prof. Rosa Agustina, Prof. Satya Arinanto, Andri Gunawan Wibisana, dan Yeni Salma Barlinti), dan satu dari luar (Prof.Faturrohman Djamil), Nunung berhasil mempertahankan hasil karyanya dengan predikat ‘Sangat Memuaskan’.

 

(Baca Juga: Industri Perbankan Syariah Mulai Bidik Proyek-Proyek Infrastruktur)

 

Nunung menemukan bahwa konsep dalam penyelesaian sengketa berdasarkan syariah adalah islah(perdamaian). Pelaksanaannya dilakukan dengan pendekatan musyawarah. “Pendekatan musyawarah menjadi metode yang diajarkan Islam dalam setiap penyelesaian persoalan yang dihadapi. Bahkan banyak digunakan dalam sengketa pada pemerintahan dan antarnegara,” kata Nunung di hadapan sidang penguji.

 

Konsep perdamaian ini pula yang menurut Nunung harus menjadi prioritas utama dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, mediasi adalah alternatif yang paling mengakomodasi konsep tersebut. Akan tetapi, hingga saat ini pengaturan mediasi belum optimal apalagi menjadi prioritas.

 

Sejumlah kendala ditemukan dalam penelitian di lapangan. Salah satu sebabnya karena UU No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa sebagai payung hukum mediasi hanya sedikit menjelaskan soal mediasi. Beragam perincian soal mediasi tersebar pada peraturan pelaksana lintas instansi seperti Mahkamah Agung, Bank Indonesia, dan OJK.

 

Berbagai regulasi yang mengatur perincian mediasi tersebut pun menurut Nunung belum mengakomodasi seluruh prinsip syariah dalam konsep islah. Mediasi dalam berbagai regulasi di Indonesia berkiblat pada konsep Barat yang tidak sepenuhnya sejalan dengan syariah.

 

Hukumonline.com

 

Dalam kesimpulan Nunung, untuk menunjang perkembangan industri perbankan syariah agar semakin memberikan jaminan kepastian hukum dan jaminan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah maka diperlukan undang-undang khusus mengenai mediasi. Undang-undang ini juga harus mengakomodasi konsep islah dengan mengacu kepentingan nasional di bidang perbankan syariah.

 

“Pengaturan mediasi dengan semangat Islam penting sekali, dimana sekarang ada kecenderungan bisnis secara syariah, agar aspirasi masyarakat terlindungi,” kata ko-promotor Yoni Agus Setyono kepada hukumonline saat diwawancarai secara terpisah.

 

Nunung juga mengusulkan agar OJK dan Mahkamah Agung, masing-masing sebagai otoritas yang berwenang, memberikan dukungan pembinaan hingga pengawasan agar mediasi sebagai penyelesaian sengketa di bidang keuangan terus diperkuat.

 

Tags:

Berita Terkait