​​​​​​​Mekanisme Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Oleh: Donke Ridhon Kahfi*)
Kolom

​​​​​​​Mekanisme Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Oleh: Donke Ridhon Kahfi*)

​​​​​​​Khususnya di 12 daerah berdasarkan Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018.

Bacaan 2 Menit

 

Permasalahan Tipping Fee merupakan salah satu permasalahan yang krusial. Berdasarkan pengalaman penulis sejauh ini, sejumlah pemerintah daerah enggan memberikan Tipping Fee atau hanya dapat menganggarkan Tipping Fee yang sangat sedikit untuk dapat dibayarkan kepada pihak Badan Usaha.

 

Di samping itu, tidak ada formula baku untuk menghitung dan memberikan Tipping Fee memerlukan proses politik di DPRD dikarenakan terkait penggunaan anggaran daerah. Akan tetapi khusus untuk 12 kota, Perpres 35/2018 memberikan indikasi bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan tarif Tipping Fee sebesar maksimum Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) per ton.

 

  1. Feed in Tariff dan Pembelian Tenaga Listrik

Feed in Tariff atau Tarif Jual Listrik pada dasarnya di atur dalam Permen ESDM No.50/2017 Jo Kepmen ESDM No 1772 K/20. Berdasarkan peraturan ini, Tarif listrik untuk PLTSa adalah berdasarkan Biaya Pokok Produksi (BPP) yang berbeda–beda setiap daerahnya.

 

Akan tetapi khusus untuk 12 daerah, tarif nya adalah sebagai berikut:

  • Untuk besaran kapasitas sampai dengan 20 MW, tarifnya sebesar USD13,35 yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi, menengah atau rendah;
  • Untuk besaran kapasitas lebih dari 20 MW yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi, menengah atau rendah, tarifnya sebesar USD14,54 – (0.07 x besaran kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN (persero))

 

Sebagai catatan, baik berdasarkan Permen ESDM 50/2017 maupun Perpres 35/2018, PT PLN wajib untuk membeli listrik dari PLTSa. Adapun prosedur pembelian listrik oleh PLN dimulai dari Penugasan Menteri ESDM kepada PLN untuk membeli listrik PLTSa setelah Pemda memberikan informasi dokumen (a) surat penetapan dan profil pengembang PLTSa yang ditunjuk; (b) lokasi dan kapasitas PLTSa; (c) rencana COD.

 

  1. Pembiayaan Pembangunan PLTSA

Pada dasarnya, fasilitas PLTSa dapat dibiayai melalui APBN/D, Penugasan BUMN/D atau Kerjasama dengan Badan Usaha. Akan tetapi seperti telah disinggung di atas, pembiayaan pembangunan proyek PLTSa akan sulit dilaksanakan dengan hanya mengandalkan sumber dari APBD bahkan jika dibantu APBN sekalipun. Dengan demikian opsi yang dapat dilalui adalah dengan penugasan kepada BUMN/D atau Kerjasama dengan Badan Usaha.

 

Hal ini sejalan dengan percepatan pembangunan PLTSa di 12 daerah di mana berdasarkan Pasal 6 Perpres 35/2018, percepatan pembangunan PLTSa, Pemerintah Daerah dapat menugaskan BUMD atau melakukan kompetisi Badan Usaha. Dalam hal tidak ada BUMD atau Badan Usaha yang mampu atau berminat, maka Pemerintah Daerah dapat mengusulkan penugasan kepada BUMN.

Tags:

Berita Terkait