Melek Omnibus Law III: Mengurai Perbedaan PHK
Utama

Melek Omnibus Law III: Mengurai Perbedaan PHK

Pengaturan PHK dinilai tak berubah signifikan dalam RUU Cipta Kerja. Sisi lain, RUU Cipta Kerja dinilai posisi tawar pekerja/buruh semakin rendah dan pengusaha semakin mudah melakukan PHK karena lebih mengutamakan kesepakatan para pihak, bukan penetapan PHI.

Oleh:
Adi Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur uang penggantian hak yang seharusnya diterima buruh meliputi cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya/ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 persen dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

 

Pengaturan uang pesangon seperti diatur Pasal 156 ayat (2) tidak mengalami banyak perubahan, misalnya masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah dan masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah. Tapi, RUU Cipta Kerja mengubah Pasal 156 ayat (3) untuk perhitungan uang penghargaan masa kerja paling tinggi untuk masa kerja 21 tahun atau lebih diberikan 8 bulan upah. Sementara Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengatur paling tinggi masa kerja 24 tahun atau lebih mendapat 10 bulan upah.  

 

Hukumonline.com

 

RUU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 157A yang menyebutkan pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya dan pengusaha bisa melakukan skorsing dengan tetap membayar upah dan hak lainnya selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.        

 

RUU Cipta Kerja menghapus Pasal 158 UU Ketenagakerjaan tentang alasan PHK karena beberapa jenis kesalahan berat yang sebagian telah ditafsirkan MK melalui Putusan MK No.012/PUU-I/2003. Kemudian menghapus Pasal 159 UU Ketenagakerjaan, sehingga menutup ruang pekerja/buruh untuk menggugat ke PHI jika tidak menerima PHK atas dasar kesalahan berat.

 

Selanjutnya, RUU Cipta Kerja mengubah Pasal 160 UU Ketenagakerjaan yakni menghapus ayat (6) dan (7). Pasal 160 ayat (6-7) UU Ketenagakerjaan mengatur alasan PHK bagi pekerja yang proses pidana setelah 6 bulan tidak dapat melakukan pekerjaan atau telah diputus bersalah tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

 

Pasal 160 ayat (7) UU Ketenagakerjaan mewajibkan pengusaha membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami alasan PHK tersebut berupa uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

 

RUU Cipta Kerja pun menghapus Pasal 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, dan Pasal 184 UU Ketenagakerjaan. Pasal 162 UU Ketenagakerjaan mengatur pekerja/buruh yang mengundurkan diri berhak mendapat uang penggantian hak dan uang pisah. Pasal 163 UU Ketenagakerjaan mengatur pesangon bagi pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan.

Tags:

Berita Terkait