Melihat Adopsi Perkembangan Teknologi Digital dalam KUHP Baru
Profil

Melihat Adopsi Perkembangan Teknologi Digital dalam KUHP Baru

Kehadiran KUHP baru suatu hal yang harus diapresiasi bersama-sama karena Indonesia bisa punya criminal code yang sesuai zaman.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Dalam rumusan norma itu mendefinisikan barang tak hanya benda bergerak dan tidak bergerak, tapi barang didefinisikan dalam bentuk air, uang giral hingga program komputer. Karenanya dalam praktik penegakan hukum ke depan, polisi, jaksa dan hakim dapat dengan mudah mendefinisikan barang dalam penanganan kasus tindak pidana pencurian. Sebab, barang dalam tindak pidana pencurian juga meliputi barang digital.

Bila definisi barang tidak masuk pada ranah digital, maka tindak pidana pencurian tidak dapat masuk ke pencurian data melalui perangkat komputer. Baginya, dengan adanya definisi tersebut saat terdapat tindak pidana pencurian data digital, penegak hukum dapat menjangkau objek tindak pidana ini.

“Jadi penegak hukum itu punya banyak alternatif dalam menggunakan pasal yang diterapkan dalam pembuktian, karena barang sudah didefinisikasn sampai ke produk digital,” ujarnya.

Dia menilai dengan definisi barang sampai dengan data dan program komputer, politik hukum pembentuk UU menunjukkan iktikad baik dengan menegaskan data dan produk software digital diakui sebagai barang objek yang sah. Pengakuan tersebut sebagai langkah visioner pembentuk UU.

Dengan begitu, ketika diterapkan penegak hukum, advokat hingga in house counsel tak lagi kebingungan dalam memandang data dan software dalam hukum pidana, Begitu pula barangay aliran listrik.  Menurutnya, ketika terdapat pencurian listrik pun dapat dipandang sebagai pencurian barang. Begitu pula dengan rumusan Pasal 164 KUHP baru yang menyebutkan, “Masuk adalah termasuk mengakses Komputer atau Masuk ke dalam sistem Komputer”.

Menurutnya, definisi ‘masuk’ menjadi visioner futuristik mengakomodir tantangan dunia digital, serta menghindari perdebatan teknis dalam penegakan hukum soal definisi ‘masuk’. Termasuk Pasal 158 soal penyesuaian norma dan asas. Pasal 158 menyebutkan, “Di muka umum adalah di suatu tempat atau ruang yang dapat dilihat, didatangi, diketahui, atau disaksikan oleh orang lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media elektronik yang membuat publik dapat mengakses Informasi Elektronik atau dokumen elektronik”.

Artinya, definisi ‘di muka umum’ cakupannya menjadi lebih luas. Sebab, masuk sampai ranah digital. Bila terjadi tindak pidana di ranah metaverse misalnya, bakal masuk dalam definisi ‘di muka umum’. Dia menilai dunia maya sejatinya cerminan dari dunia nyata. Karenanya, apapun yang dilakukan di dunia nyata dapat dilakukan di dunia maya, apakah itu perbuatan baik atau buruk.

“Oleh karena itu, KUHP Nasional ini secara sungguh-sungguh mempertimbangkan dan menjawab situasi dan berbagai tantangan dalam dunia digital. Tantangan ke depan apabila terjadi tindak pidana di dunia digital, UU 1/2023 ini relevan untuk digunakan. Saya melihat KUHP Belanda bisa berlaku 100 tahun, saya merasa KUHP Nasional bisa berlaku kurang lebih dari 100 tahunan.”

Tags:

Berita Terkait