Melihat Pemenuhan Hak Terdakwa Melalui Sidang Pidana Elektronik
Berita

Melihat Pemenuhan Hak Terdakwa Melalui Sidang Pidana Elektronik

Secara umum, seluruh hak-hak terdakwa sudah difasilitasi oleh Perma. Namun praktiknya, ada beberapa problem yang mengakibatkan sebagian hak tidak dapat terpenuhi secara optimal.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Lantas bagaimana dengan kasus menarik perhatian publik yang mengakibatkan banyak orang menyoroti persidangan tersebut? Bagi Rifqi, hal ini bukan isu baru. Cara yang dapat ditempuh di luar sidang dapat diberikan layar atau sidang disiarkan di media elektronik berupa siaran tunda atau langsung atas seizin ketua pengadilan. “Tapi prinsipnya tak ada masalah open trial,” ujarnya.

Secara umum, kata Rifqi, tak ada pengurangan hak terdakwa dalam sidang elektronik. Misalnya, sidang cepat, menunjuk penasihat hukum, menghadirkan saksi, membela diri, mendapat penerjemah, tidak dipaksa mengakui kesalahan. Hukum acara dalam KUHAP dalam sidang elektronik tetap berlaku. Namun, hak untuk hadir dalam sidang bila dimaknai hadir secara fisik memang terbatasi. Karenanya, diperlukan cara menyeimbangkan hak atas fair trial secara ideal dengan hak atas kesehatan/keselamatan publik.

“Salah satu tujuan Perma adalah memastikan pemenuhan hak terdakwa diadili cepat/tanpa penundaan persidangan karena pandemi,” ujarnya.

Rifqi menunjuk hak terdakwa berkomunikasi dengan penasihat hukum dan bertanya pada saksi. Namun praktiknya, terdapat keterbatasan bila terjadi gangguan yakni akibat koneksi internet yang tidak stabil. Maklum, kualitas koneksi internet antara institusi dan wilayah tak seragam. Tak jarang koneksi internet putus nyambung. Kemudian fasilitas pengadilan yang terbatas yang mengakibatkan perkara menumpuk.

Dia menilai akibat keterbatasan fasilitas rumah tahanan (Rutan) yang dikelola Ditjen Pemasyarakatan berdampak terhadap jalannya persidangan secara daring. Belum lagi, terdapat kebijakan Rutan yang tak seragam soal ada yang membolehkan penasihat hukum hadir, ada pula yang tak membolehkan. Namun demikian, Perma 4/2020 dianggap tetap memberi jalan keluar terhadap isu-isu tersebut yakni sidang bisa digelar di pengadilan atau di kantor kejaksaan.

Panitera Muda Pidana Khusus MA, Suharto mengatakan Perma 4/2020 terobosan mengatasi keterbatasan menggelar persidangan perkara pidana secara tatap muka. Yang perlu digarisbawahi, persidangan elektronik tetap mengedepankan hak-hak terdakwa. Yang pasti, Perma 4/2010 tak mengharuskan persidangan digelar secara online, hanya sebatas memberi landasan hukum dan pedoman kapan persidangan secara online dapat dilaksanakan serta tata caranya.

Pemenuhan hak terdakwa dalam Perma 4/2020, MA menginginkan pemberian jaminan peradilan yang adil dan tidak memihak untuk menjamin hak-hak terdakwa. Pertama, hak terdakwa untuk secepatnya mendapatkan kepastian hukum atas tindak pidana yang dituduhkan padanya yakni dengan diadili dalam persidangan tanpa penundaan yang tidak semestinya sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c menurut ICCPR dan telah diratifikasi oleh UU No.12 Tahun 2005.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait