Memindahkan Ibukota, Memilih Kandidat ‘Yang Mulia’
Berita

Memindahkan Ibukota, Memilih Kandidat ‘Yang Mulia’

Peristiwa hukum yang terjadi sepanjang Kamis (23/1) kemarin sangat beragam, mulai dari hasil persetujuan DPR atas CHA hingga peluncuran sekor CPI Indonesia.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
  1. Konsep Perizinan akan Berubah

Pemerintah akan segera mengeluarkan dua Surat Presiden (Surpres) Omnibus Law, RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian setelah Prolegnas Prioritas 2020 disahkan DPR dalam rapat paripurna, Rabu (22/1/2020) kemarin.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Benny Rianto, mengatakan ada 4 RUU omnibus law tengah disusun pemerintah yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibukota Negara, dan RUU Keamanan Laut. Dari 4 RUU omnibus law itu, pemerintah memprioritaskan RUU Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan.

(Baca: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Ubah Konsep Perizinan).

Menurut Benny, ada banyak perubahan dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Misalnya terkait paradigma pemberian izin untuk kegiatan atau pendirian usaha diubah dari berbasis izin (license approach) menjadi penerapan standar dan berbasis resiko (risk-based approach).

  1. Sidang MK: Rasio Legis Perubahan Komposisi Pimpinan MPR

Apa sebenarnya yang membuat pembentuk Undang-Undang mengakomodasi jumlah pimpinan MPR menjadi gemuk? Bukankah pimpinan MPR yang ‘gemuk’ komposisinya justru menghabiskan anggaran negara? Mengapa harus ditambah? Pertanyaan-pertanyaan semacam itulah yang mendorong beberapa orang advokat mempersoalkan UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

(Baca: Alasan Pembentuk UU Revisi Komposisi Pimpinan MPR).

Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi yang berlangsung Rabu (22/1), giliran DPR memberikan penjelasan atau argumentasi. DPR diwakili NM Dipo Nusantara Pua-Pua. Dipo menjelaskan bahwa semua anggota MPR harus mempunyai perwakilan yang dapat ditempatkan menduduki jabatan pimpinan MPR. Sebab, sebelum ada Perubahan Ketiga UU MD3, komposisi jumlah pimpinan MPR hanya 5 orang yang dianggap kurang proporsional dan cenderung hanya mencerminkan kekuatan kelompok politik tertentu saja. Seperti, beberapa parpol memiliki kursi terbanyak yang berhak menjabat pimpinan MPR.

“Seluruh komponen kekuatan bangsa ada di MPR tercermin dalam komposisi pimpinan MPR yang saat ini berjumlah 10 orang. Dalil pemohon yang menilai ada pembengkakan penggunaan anggaran negara akibat dekomposisi pimpinan MPR adalah opini yang salah dan tidak berdasar,” ujar Dipo.   

5. Kandidat Hakim Agung Pilihan Politisi

Usai menggelar ‘uji kelayakan dan kepatutan’, DPR akhirnya menyetujui 8 orang kandidat hakim agung dari 10 calon yang diseleksi para wakil rakyat. Dari delapan kandidat, lima adalah calon hakim agung, dan 3 orang calon hakim ad hoc. Mereka ditetapkan setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh para politisi pada 21-22 Januari lalu. Kesepuluh nama yang diuji adalah nama-nama yang sudah melalui seleksi di Komisi Yudisial.

(Baca: Ini 8 Kandidat Hakim MA yang Disetujui DPR)

Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, sebenarnya DPR hanya memberikan pendapat ‘setuju’ atau tidak terhadap nama-nama yang diusulkan KY. Namun prakteknya, DPR masih menggelar tanya jawab sebagaimana layaknya uji kepatutan dan kelayakan yang selama ini dijalankan. Nama-nama yang disetujui akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk mendapat persetujuan. Setelah disetujui, nama-nama itu akan diserahkan secara administratif kepada pemerintah untuk diangkat jadi hakim agung definitif.

Tags: