Memperkuat Pengawasan Lintas Yurisdiksi Sektor Jasa Keuangan Hadapi Resesi Global
Terbaru

Memperkuat Pengawasan Lintas Yurisdiksi Sektor Jasa Keuangan Hadapi Resesi Global

Kerjasama antar yurisdiksi penting untuk dapat menghadapi tantangan sektor keuangan saat ini dan masa depan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.

Perkembangan layanan jasa keuangan semakin dinamis seiring bermunculannya inovasi baru yang bersifat global. Hal tersebut menimbulkan tantangan lain dalam hal melindungi kepentingan konsumen sehingga kerja sama yang erat antar yurisdiksi pengawas sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk mengawasi layanan multinasional (cross border).

“Kerjasama antar yurisdiksi penting bagi kita untuk dapat menghadapi tantangan sektor keuangan saat ini dan masa depan. Saya dapat melihat bahwa Konferensi IFS ini bisa menjadi lebih dari sekadar pertemuan tahunan untuk bertukar pandangan, tetapi juga dapat memperkuat kolaborasi kita dengan mengeksplorasi inisiatif kerjasama di masa depan antara pengawas keuangan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam pada Konferensi Integrated Financial Supervisors (IFS) ke-23 di Bali, Kamis (3/11) lalu.

Perlu diketahui, IFS beranggotakan 18 regulator dari 17 negara anggota dan dibentuk sebagai wadah pertemuan informal para pengawas sektor jasa keuangan. OJK telah bergabung sebagai anggota IFS sejak tahun 2019.

Baca Juga:

Lebih lanjut, Mahendra menyampaikan bahwa konferensi ini digelar untuk mengeksplorasi upaya negara-negara anggota menghadapi tantangan dan tren saat ini yang telah mengubah lanskap ekonomi dan keuangan. Selain itu, negara-negara juga perlu mengembangkan pendekatan yang sesuai terhadap perkembangan inovasi keuangan digital karena kemajuan teknologi telah berkembang cepat seiring adanya pandemi Covid-19 yang memaksa kita untuk bertransaksi secara digital.

“Inovasi baru banyak bersifat global, ini juga menimbulkan tantangan lain dalam hal  melindungi kepentingan konsumen, untuk itu kerja sama yang erat antar yurisdiksi  penting untuk mengawasi layanan multinasional (cross border),” kata Mahendra.

Konferensi yang bertema Entering A New Chapter of Economic and Financial Landscape  ini dihadiri oleh 7 negara anggota yang berasal dari Australia, Denmark, Islandia,  Jepang, Korea, Singapura, Indonesia secara fisik dan 6 negara anggota lainnya yang  berasal dari Austria, Jerman, Hungaria, Irlandia, Norwegia dan Inggris. Terdapat 4 topik utama yang dibahas lebih lanjut dalam konferensi kali ini yaitu Navigating Headwinds in the Financial Sector, Consumer Protection amidst Financial Innovations, Crypto-asset risks to Financial Institutions, dan Sustainable Financing:  Revisit.

Dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK), OJK memaparkan meskipun stabilitas sektor jasa keuangan saat ini terjaga, meningkatnya risiko pemburukan ekonomi global perlu diwaspadai dampaknya. Pengetatan kebijakan moneter global yang agresif, tekanan inflasi, serta fenomena “strong dollar” berpotensi 5menaikkan cost of fund dan mempengaruhi ketersediaan likuiditas yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan konsumsi dan investasi nasional.

Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar berpotensi meningkatkan risiko pasar yang berpengaruh pada portfolio LJK. Selain itu, risiko kredit juga berpotensi meningkat seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam upaya memitigasi downside risks tersebut, OJK  mempertimbangkan untuk melakukan normalisasi beberapa kebijakan relaksasi secara bertahap khususnya yang bersifat administratif yang dikeluarkan pada masa pandemi covid-19, seperti pencabutan relaksasi batas waktu penyampaian pelaporan LJK. Hal ini mencermati perkembangan pandemi dan aktivitas ekonomi dimana LJK dinilai telah dapat beradaptasi dengan kondisi “new normal”.

OJK juga akan melakukan penyelarasan kebijakan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik yang diperkirakan akan masih terus berubah terutama di tahun 2023. Dibutuhkan dukungan kolaborasi kebijakan baik fiskal dan moneter untuk mengatasi scarring effect pada sektor tertentu dimaksud agar tidak berlangsung berkepanjangan.

OJK meminta lembaga jasa keuangan (LJK) untuk meningkatkan ketahanan permodalan serta menyesuaikan pencadangan ke level yang lebih memadai guna bersiap menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit/pembiayaan dan risiko likuiditas. Dan, meminta LJK melakukan asesmen secara berkala terhadap kualitas aset kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi, menyalurkan kredit/pembiayaan secara prudent termasuk penyaluran ke sektor komoditas serta sektor ekonomi.

6

Tags:

Berita Terkait