Menakar Potensi Hukum Robot Humanoid
Kolom

Menakar Potensi Hukum Robot Humanoid

Sudah saatnya Pemerintah Indonesia responsif dalam menghadapi Future of Work dengan menciptakan regulasi sesuai dengan perkembangan teknologi.

Bacaan 3 Menit

Hal-hal yang sekiranya perlu segera disikapi, siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita seseorang untuk menanggung akibat hukum atas perilaku robot humanoid ini? Apakah ke depan robot humanoid mampu melakukan suatu prestasi dengan benar, dan siapa yang akan memantau ini? Karena apabila merever ke sebuah sistem hukum, mengingat robot humanoid interaksinya dengan manusia, atas kondisi tersebut muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti bagaimana apabila ternyata robot humanoid tersebut tidak melakukan perintah kerja dan terjadi kecelakaan pada saat waktu kerja apakah itu bisa masuk ke dalam kecelakaan kerja.

Dalam ketentuan Pasal 1367 KUH Perdata menyinggung soal kerugian yang dialami oleh konsumen akibat barang yang cacat. “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Atas hal tersebut maka yang berhak bertanggung jawab atas kerugian tidak hanya pihak yang secara langsung menyebabkan atas kerugian tersebut. Akan tetapi juga pihak secara tidak langsung menjadi bagian pihak yang menyebabkan kerugian tersebut karena perbuatan orang yang menyebabkan kerugian tersebut masih termasuk tanggungannya.

Sekiranya diperlukan suatu aturan khusus untuk memastikan robot humanoid berperilaku sesuai hukum apakah sistem yang dirancang selayaknya seperti kecerdasan manusia ini juga memiliki hak-hak yang sama untuk diperlakukan layaknya individu dan untuk mengakomodir peraturan terkait dengan future of work yang sesuai dengan perkembangan zaman ini. Sebuah adagium klasik menyebutkan bahwa hukum itu selalu tertinggal dengan peristiwa yang terjadi sekarang, sudah saatnya Pemerintah Indonesia responsif dalam menghadapi Future of Work dengan menciptakan regulasi sesuai dengan perkembangan teknologi.

Model pengembangan pemikiran hukum responsif yang selama ini dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick berkaitan dengan hal ini diperlukan untuk membangun sebuah konstruksi hukum nantinya, dimana diperlukan sebuah konsep hukum yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan agar hukum dibuat lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendesak dan terhadap masalah-masalah sosial. Hukum responsif merupakan teori hukum yang menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekadar keadilan prosedural, tetapi mampu berfungsi sebagai fasilitator dari respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial.

Sangat disayangkan apabila Indonesia kurang responsif dalam menyikapi akibat dari adanya disrupsi teknologi, karena mengingat disrupsi teknologi saat ini dapat disebut bagian dari kunci pembangunan ekonomi suatu bangsa. Jangan sampai Indonesia disebut sebagai bangsa yang gagal hanya karena kurang responsif terhadap perkembangan global khususnya dalam merespon terhadap disrupsi teknologi.

*)Wulan Fitriana, Konsultan Hukum di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait