Mendorong Kembali Pembahasan RUU PPRT
Terbaru

Mendorong Kembali Pembahasan RUU PPRT

Agar Presiden Joko Widodo dan Puan Maharani sebagai pimpinan DPR angkat suara terkait kejelasan nasib RUU PPRT.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) belum menemui titik kejelasan. Kendati berulang kali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahunan, namun tak pernah beranjak ke dalam forum paripurna untuk disetujui dan disahkan menjadi UU. Karenanya, dorongan publik agar DPR dapat segera memboyong dalam paripurna semakin kencang.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan sudah saatnya RUU PPRT harus diambil keputusan agar disetujui menjadi UU. Sebab, aturan tersebut menjadi amat mendesak sebagai payung hukum dalam melindungi pekerja rumah tangga. Termasuk menjamin berbagai hak-hak pekerja rumah tangga sebagai pekerja yang mesti dihormati dan dihargai.

Ia mengatakan nasib pembahasan RUU PPRT mengalami stagnasi, tak mengalami kemajuan antara DPR dan pemerintah. Karenanya, Muhaimin mendorong agar pembahasan dan pengesahannya segera dilakukan di tengah maraknya peristiwa kekerasan dialami pekerja rumah tangga.

“Saya mendukung RUU ini segera disahkan,” ujarnya melalui keterangannya kepada wartawan, Rabu (21/12/2022).

Pria biasa disapa Cak Imin itu menilai pola hubungan kerja antara pekerja rumah tangga dengan pemberi kerja mesti menyatu dalam satu hubungan kultural. Setidaknya terdapat tiga aspek yang penting diantisipasi terkait urgensi pembahasan dan pengesahan RUU PPRT ke depannya. Pertama, menyangkut tata hubungan kultural yang menyatu dalam satu hubungan kerja. Kedua, menyangkut perlindungan dan pemberian hak-hak pekerja rumah tangga.

Baginya, poin tersebut menjadi pokok dan perlu mendapat perhatian semua pihak. Sebab, hal tersebut menjadi kebutuhan priroitas. Sebab, peristiwa penindasan, kekerasan serta eksploitasi dan tidak dipenuhinya hak-hak mereka tak sedikit jumlahnya. Ketiga, terkait dengan pola hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja rumah tangga. Pola hubungan kerja tersebut berbeda halnya dengan hubungan industrial.

Hubungan industrial berkaitan dengan persoalan patokan gaji dengan ketentuan yang ditanggung masing-masing. Sementara pekerja rumah tangga, satu kesatuan dan hidup bersama dengan pemberi kerja. Namun, hal terpenting dengan mendorong pembahasan berjalan agar dapat rampung dan disahkan menjadi UU sebagai payung hukum perlindungan pekerja rumah tangga.

Tags:

Berita Terkait