Mengenali Modus ‘Permainan’ Mafia Tanah
Utama

Mengenali Modus ‘Permainan’ Mafia Tanah

Seperti pemalsuan dokumen (alas hak), pendudukan secara ilegal atau tanpa hak (wilde occupatie), mencari legalitas di pengadilan, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, hingga hilangnya warkah tanah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Menurutnya, kasus yang terjadi dalam praktik, mafia tanah dengan cara memprovokasi masyarakat. Seperti petani atau penggarap tanah agar mengokupasi atau mengusahakan tanah secara ilegal di atas perkebunan berstatus Hak Guna (HGU) yang bakal berakhir maupun yang masih berlaku.

Lebih lanjut Daniel menilai cara yang digunakan mafia tanah agar terhindar dari persoalan sengketa tanah dan konflik dengan tetap melanggar hukum dilakukan oleh sekelompok orang secara terencana dan sistematis. Para mafia tanah memiliki keahlian tersendiri untuk mengelabui korban. Menurutnya, faktor terjadinya mafia tanah disebabkan beberapa hal yakni tanah tidak dapat diperbaharui, tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dan tanah sangat dibutuhkan masyarakat.

“Faktor-faktor itulah memunculkan keinginan pihak lain untuk menguasai secara tidak bertanggung jawab dengan cara melanggar hukum,” lanjutnya.   

Merespon hal tersebut, Kementerian ATR/BPN menggandeng lembaga terkait untuk memberantas mafia tanah, seperti pihak Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung melalui nota kesepahamanan. Selain itu Kementerian ATR/BPN membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah dalam upaya untuk menumpas mafia tanah yang ada di Indonesia. “Hal ini tentunya menjadi concern utama bagi Kementerian ATR/BPN,” katanya.

Modus lain

Sebelumnya, dalam IG Live Klinik Hukumonline, Jumat (7/5/2021), Founder Wardaniman Larosa & Partners (WLP) Law Firm, Wardaniman Larosa mengatakan sengketa tanah yang berujung kasus pidana biasanya melibatkan mafia tanah. Keberadaan mafia tanah ini bukan hal baru dalam perkara pidana pertanahan. Dalam melakukan kejahatannya, mafia tanah melakukan beragam modus operandi dan melibatkan pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam pengurusan sertifikat tanah.

Dia menyebut sejumlah modus operandi yang dilakukan mafia tanah. Pertama, seolah-olah menjadi pembeli dan meminjam sertifikat tanah dengan alasan pengecekan ke BPN. Saat sertifikat sudah diperoleh, mafia tanah memalsukan sertifikat, menjual tanah tanpa sepengetahuan pemilik dengan melibatkan oknum-oknum yang memang sudah disiapkan. Untuk menghindari hal ini, Wardan mengingatkan untuk tidak memberikan sertifikat kepada pihak lain, terutama pihak-pihak yang tidak dikenal.

Kedua, modus kepemilikan girik. Dalam satu kasus, kata Warda, terdapat kasus yang cukup menarik di mana sertifikat bisa dikalahkan oleh girik. Padahal, pemilik tanah memiliki sertifikat yang dikeluarkan lima tahun lebih awal (1975) daripada klaim kepemilikan girik (1980). Saat proses di pengadilan, PN menolak mengabulkan gugatan pemohon, namun PTUN mengabulkan dan memerintahkan kantor pertanahan untuk membatalkan sertifikat yang diterbitkan tahun 1975. Untungnya, di tingkat kasasi, MA membatalkan putusan PTUN tersebut.

Tags:

Berita Terkait