Menggagas Pembaharuan Aturan Kepailitan
Kolom

Menggagas Pembaharuan Aturan Kepailitan

Perlu ada sinkronisasi dengan UU lain, sekaligus penegasan mengenai tugas dan peran kurator agar tidak tumpang tindih dengan profesi lainnya.

Bacaan 2 Menit

 

Pasal krusial lainnya yang harus segera dibenahi adalah Pasal 281 UU Kepailitan dan PKPU terkait perhitungan suara yang harus dipenuhi sebagai syarat kumulatif voting kreditur konkuren dan dan kreditur separatis. Seharusnya kreditur separatis tidak dapat ikut serta dalam voting kecuali setuju mengkonversi menjadi kreditur konkuren. Persoalan ini berdampak pada pelaksanaan homologasi dan penyusunan serta eksekusi dari proposal perdamaian.

 

Tindak Lanjut

Di tahun 2016 penyusunan RUU Kepailitan dan PKPU yang baru telah dilakukan dengan melakukan dengar pendapat dengan para ahli yang direncanakan akan dibahas pada Prolegnas 2018. Namun, hingga 2018 RUU Kepailitan dan PKPU tersebut belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

 

Sisi positif dari hal ini adalah setidaknya masih dapat dilakukan sinkronisasi RUU Kepailitan dan PKPU dengan aspek lainnya. Misalnya, UU Perseroan Terbatas (PT) maupun UU Otoritas Jasa Keuangan, karena dalam UU Kepailitan dan PKPU yang ada saat ini masih mengandung multitafsir jika dibandingkan dengan UU terkait lainnya misalnya UU PT.

 

Sinkronisasi yang harus dilakukan yakni menyesuaikan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU dengan Pasal 55 ayat (2) UU OJK, mengingat sejak 31 Desember kewenangan Bank Indonesia telah beralih pada OJK dan ketika UU Kepailitan dan PKPU diundangkan, OJK pada masa itu belum dibentuk. Pasal 2 ayat (4) dan (5) juga perlu disesuaikan mengingat sejak 31 Desember 2012 bahwa kewenangan Menteri Keuangan turut beralih pada OJK.

 

Sinkronisasi lainnya yang perlu dilakukan adalah sinkronisasi dengan UU PT terkait keadaan insolvensi. Pada Pasal 178 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU setelah penentuan insolvensi diteruskan dengan proses pemberesan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 juncto Pasal 59 ayat (1) bagi pemegang hak tanggungan hal ini bertentangan dengan Pasal 142 ayat (1) huruf e pada kondisi perseroan bubar karena insolvensi.

 

Dalam konsep pembaharuan UU Kepailitan dan PKPU harus dijelaskan mengenai tugas dan peran kurator sehingga peran kurator tidak tumpang tindih dengan peran yang lain seperti hakim pengawas maupun advokat mengingat perlu ditegaskan juga dalam UU Kepailitan dan PKPU yang baru mengenai aspek perdata dan pidana. Sehingga diharapkan dengan pembaharuan dari segi substansi dan aplikasinya tidak berbenturan dengan UU lain maka UU Kepailitan dan PKPU diharapkan bukan lagi menjadi momok perekonomian tetapi justru kembali pada semangat pembentukannya yakni menyelamatkan kondisi debitur dan kreditur sesuai asas keadilan.

 

Indonesia boleh mengaplikasikan model judicial management sebagaimana berlaku di negara yang menganut sistem hukum anglo saxon (common law) seperti Singapura. Guna untuk mengurangi menumpuknya perkara di pengadilan maka sebelum proses pengadilan dimulai otoritas keuangan dan pengadilan boleh menunjuk management dan memberi kewenangan untuk menyelesaikan dan merestrukturisasi hutang dan piutang serta kewajiban management yang lain. Hal ini di Singapura pada tiga tahun terakhir berhasil menyelesaikan lebih dari 70 persen klaim kepailitan sehingga perkara di pengadilan tidak menumpuk dan lebih selektif.

Tags:

Berita Terkait