Menggagas RUU Penyelesaian Perselisihan Pemberitaan Pers
Oleh: Anggara *)

Menggagas RUU Penyelesaian Perselisihan Pemberitaan Pers

Mengingat banyaknya kasus-kasus pers, baik gugatan perdata maupun pidana, perlu ada terobosan hukum. Forum Penyelasaian Perselisihan Pers merupakan salah satu solusi.

Bacaan 2 Menit

 

3.      Melalui lembaga quasi negara

Mekanisme ini digunakan ketika tidak ada satupun organisasi profesi jurnalis yang kuat, berpengaruh, dan berwibawa. Mekanisme ini merupakan pilihan yang baik jika tidak ada kewajiban bagi jurnalis untuk bergabung di salah satu organisasi profesi. Namun, lembaga ini haruslah diberikan kewenangan yang cukup untuk dapat melakukan penindakan dan memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran etika.

 

Pentingnya Pembentukan RUU P4

Pembentukan RUU P4 ini sangat penting untuk mengatasi berbagai kelemahan dari UU Pers. UU Pers sedari awal memiliki kelemahan yang juga diakui oleh Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa diperlukan adanya improvisasi dalam menciptakan yurisprudensi agar perlindungan hukum terhadap insan pers dan sekaligus juga menempatkan UU Pers sebagai lex specialist karena diakui sendiri oleh Mahkamah Agung bahwa UU Pers belum mampu memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan pers terutama dalam hal adanya delik pers karena tidak adanya ketentuan pidana dalam UU Pers dan diberlakukan ketentuan KUHP (Lihat putusan MA No 1608 K/PID/2005 dalam kasus Bambang Harymurti). Meski untuk kasus gugatan perdata Mahkamah Agung telah menegaskan bahwa penyelesaian yang disediakan melalui UU Pers harus ditempuh terlebih dahulu (lihat putusan MA No 903 K/PDT/2005 dalam kasus Tomy Winata Vs. PT Tempo Inti Media, Zulkifli Lubis, Bambang Harymurti, Fikri Jufri, Toriq Hadad, Achmad Taufik, Bernarda Burit, Cahyo Junaedi) namun sejatinya UU Pers juga tidak memberikan kewenangan yang cukup kuat kepada Dewan Pers dalam hal menangani sengketa pemberitaan. Sehingga memungkinkan para pihak yang tidak puas dengan pemberitaan pers untuk menempuh upaya hukum melalui pengadilan. Selain itu, dalam sengketa pemberitaan juga tidak diatur hukum acara dalam penyelesaian sengketa di Dewan Pers.

 

Kewenangan Dewan Pers yang diberikan oleh UU Pers UU Pers dalam hal penanganan sengketa pemberitaan hanyalah sebagai lembaga konsiliasi, oleh karena itu bentuk putusan dari Dewan Pers adalah Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR). Dalam konteks hukum putusan ini tidak mempunyai kekuatan eksekutorial bagi para pihak yang bersengketa. Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kenapa ada pihak yang tidak menginginkan penyelesaian melalui Dewan Pers, disamping itu masih kuatnya keinginan dari beberapa pihak yang tidak menginginkan adanya kemerdekaan pers tumbuh dan berkembang di Indonesia.

 

Meski Mahkamah Agung dalam tiga putusannya telah menyatakan semua mekanisme dalam UU Pers terlebih harus dahulu dijalani, namun putusan tersebut tidak dapat memberikan jaminan yang sempurna dikarenakan pengadilan di Indonesia tidak menganut asas preseden secara permanen. Oleh sebab itu pembentukan RUU P4 menjadi sangat penting untuk mengukuhkan kemerdekaan pers tanpa harus mengundang campur tangan pemerintah ke dalam kehidupan pers. Sehingga tujuan penguatan kemerdekaan pers yang dilakukan melalui penguatan fungsi dan peran Dewan Pers sebagai lembaga penyelesaian sengketa pemberitaan pers satu-satunya (pengadilan pers) dapat tercapai melalui pembentukan RUU P4.

 

Hal-hal Yang Harus Ada Dalam RUU P4

Pengaturan RUU P4 harus memiliki setidaknya bersandar pada tiga prinsip utama yaitu:

 

  1. Untuk mempertahankan dan memperkokoh kemerdekaan pers
  2. Menjadi pengadilan pers bagi penyelesaian perselisihan pemberitaan pers
  3. Merupakan pengaturan khusus tentang bagaimana pertanggung jawaban hukum, baik pidana dan/atau perdata, bagi media dan jurnalis

 

RUU P4 setidaknya harus mengatur tentang bagaimana proses pemeriksaan secara perdata dan juga apabila adanya dugaan terjadinya tindak pidana. Dalam proses perdata maka kewenangan Dewan Pers harus ditingkatkan menjadi lembaga arbitrase yang putusannya bersifat terakhir dan mengikat (final and binding) serta mempunyai kekuatan eksekutorial. Dalam dugaan terjadinya tindak pidana, penyelesaian melalui Dewan Pers harus dilalui terlebih dahulu untuk menilai terjadinya pelanggaran kode etik yang serius dan tidak dapat ditolerir,  Dewan Pers juga harus diberikan kewenangan untuk menilai dan menemukan adanya indikasi unsur niat jahat dan balas dendam dalam pemberitaan. Setelah Dewan Pers memberikan putusan tentang adanya pelanggaran kode etik yang serius dan tidak dapat ditoleransi serta ditemukan adanya indikasi unsur niat jahat dan balas dendam dalam pemberitaan, maka polisi dapat meneruskan penyidikan terjadinya tindak pidana. RUU P4 juga sebaiknya menghapuskan ketentuan pidana penjara dan/atau kurungan dan lebih mengedepankan pidana denda yang tentunya harus dibatasi besaran dendanya.

 

RUU P4 juga harus mengatur tentang proses dan tata cara pengangkatan arbitrer dalam Dewan Pers, mekanisme acara (hukum acara), pembuktian, waktu persidangan, dan bagaimana serta bilamana eksekusi dapat dilakukan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: