Mengingatkan Kembali 10 Prinsip Pedoman Perilaku Hakim
Terbaru

Mengingatkan Kembali 10 Prinsip Pedoman Perilaku Hakim

Dalam Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY disebutkan bahwa seorang hakim harus berperilaku adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional.

Oleh:
CR-28
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Hakim merupakan pelaku utama kekuasaan kehakiman yang diberikan otoritas oleh negara atas nama Tuhan. Hal itu tercermin melalui irah-irah putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang hakim dan aparatur peradilan lain dituntut untuk memenuhi 8 nilai utama. Nilai tersebut terdiri atas kemandirian, integritas, kejujuran, akuntabilitas, responsibilitas, keterbukaan, ketidakberpihakan, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Tujuan 8 nilai utama Mahkamah Agung (MA) itu adalah pedoman untuk meningkatkan profesionalitas dan integritas aparatur peradilan dalam penyelesaian perkara. Delapan nilai utama MA itu harus tertancap kuat dan diimplimentasikan dalam pikiran, ucapan, serta tindakan individu dalam kehidupan berorgansiasi dalam lingkup peradilan.  

“Itu poin yang harus diresapi bersama. Kalau Saudara menyimpang dari 8 nilai utama ini, ada semacam pengawas yang akan menilai sebagai sarana pengendalian,” ujar Panitera Muda Perdata Khusus Mahkamah Agung, Agus Subroto saat acara Penyambutan & Pembekalan CPNS Analis Perkara Peradilan (Calon Hakim) bagi Alumni Universitas Gadjah Mada Tahun 2022, Sabtu (29/1/2022).

(Baca Juga: Berminat Jadi Hakim? Begini Pilihan Jenjang Kariernya)

Dia mengatakan ada tiga sarana pengendalian bagi aparatur pengadilan. Pertama, bagi yang masih status sebagai CPNS sebagai calon hakim yakni PP No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, jika menyimpang dari tatanan nilai-nilai yang diatur akan mendapat sanksi. Kedua, jika seorang bertugas di kepaniteraan atau kesekretariatan, maka sarana pengendaliannya adalah kode etik panitera dan sekretaris.

Ketiga, pengendalian bagi hakim adalah kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) yang berisi 10 butir pedoman perilaku hakim. 10 butir KEPPH tertuang dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial No.047/KMA/SKB/IV/2009 dan No. 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dia mencontohkan kasus mengenai OTT aparatur pengadilan di Pengadilan Negeri Surabaya. Bawan Pengawasan sudah turun ke PN Surabaya untuk menilai adakah pelanggaran terhadap KEPPH termasuk terhadap pimpinannya. “Apakah pimpinannya sudah memberikan pembinaan secara kontinu terhadap yang bersangkutan atau tidak. Itu hanya sebagai salah satu contoh, semua tindakan kita itu ada koridor, ada sarana pengendalian bagi setiap aparatur pengadilan baik hakim ataupun non hakim,” ujar dia.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof Sigit Riyanto menekankan pada bunyi sumpah atau janji para hakim terutama frasa “Seadil-adilnya dan selurus-lurusnya”. Profesor Hukum Internasional itu menjelaskan hal tersebut sejalan dengan Resolusi ECOSOC 2006/23 bahwa integritas, independensi, dan imparsialitas dari hakim adalah esensial. Begitu pula pandangan Lord Bingham yang menyatakan seorang hakim harus objektif, independen, dan memberikan putusan yang imparsial. Untuk mewujudkan itu, sarana pengawasan menjadi amat penting agar terjaminnya penerapan nilai-nilai tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait