Mengintip Mediasi di Komnas HAM
Resensi

Mengintip Mediasi di Komnas HAM

Alternatif penyelesaian kasus di luar mekanisme peradilan.

ADY
Bacaan 2 Menit

Bagi yang ingin mengetahui apa saja tahapan yang ditempuh Komnas HAM dalam melakukan mediasi, dapat ditemukan di buku itu. Karena, bagaimana proses pra mediasi, mediasi dan pasca mediasi dijelaskan cukup rinci berikut landasan hukumnya.

Bahkan, pada proses pasca mediasi, dijelaskan bagaimana mediator melakukan monitoring atas pelaksanaan hasil kesepakatan. Serta melakukan tindakan yang diperlukan jika kesepakatan itu tak dilaksanakan. Seperti turun ke lapangan untuk memastikan pelaksanaannya atau mengajukan eksekusi ke pengadilan negeri.

Berdasarkan pengalaman mediasi yang dilakukan sub komisi mediasi Komnas HAM, berlarutnya proses mediasi disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari rumitnya masalah, posisi tawar korban, besarnya konflik, sengketa melibatkan negara dan korporasi. Tak luput dijelaskan dalam buku itu persoalan anggaran dan SDM menjadi hambatan sub komisi mediasi melaksanakan tugasnya. Selain kendala internal, perwakilan dari pihak yang dimediasi ikut menyumbang peluang keberhasilan atau tidaknya proses mediasi.

Misalnya, yang mengikuti mediasi apakah pihak yang bersengketa langsung atau perwakilannya. Kerap kali proses mediasi berjalan lancar jika pihak yang bersengketa secara langsung mengikuti proses mediasi. Walau mediasi dapat dikatakan sebagai salah satu senjata ampuh untuk menuntaskan sengketa, namun mediasi kerap terhambat jika sengketa berkaitan dengan barang milik negara (BMN). Misalnya, terjadi sengketa lahan antara warga desa dengan TNI Angkatan Darat.

Terkait sengketa BMN, buku itu cukup baik menjelaskan sengketa seperti apa yang ditemui Komnas HAM di masyarakat soal BMN. Penjelasan itu disertai dengan contoh kasus yang ditemui Komnas HAM di lapangan. Contoh kasus lainnya juga dijelaskan dalam buku itu, seperti  sengketa lahan antar masyarakat, ketenagakerjaan dan penggusuran pasar.

Sementara, pada Bab 4, menjelaskan tinjauan filosofis, sosiologis dan yuridis mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Serta hambatan dalam proses mediasi dari lembaga negara lainnya seperti pemahaman aparat pemerintah di pengadilan negeri yang minim atas kewenangan mediasi yang dimiliki Komnas HAM. Serta, absennya pengaturan di Mahkamah Agung tentang fiat eksekusi atas kesepakatan mediasi.

Sedangkan, fungsi mediasi sebagai upaya pemenuhan hak korban dijelaskan di bab 5. Dalam bab yang paling singkat pembahasannya itu ketimbang bab lainnya, dijelaskan bagaimana cara mediasi yang dilakukan Komnas HAM agar tak ditujukan untuk sarana impunitas. Oleh karenanya, buku itu menjelaskan hal apa saja yang harus diperhatikan Komnas HAM sebelum melakukan mediasi. Pasalnya, dalam melakukan mediasi HAM, Komnas HAM wajib mencermati apakah hak yang dilanggar itu tergolong hak yang dapat dikurangi atau tidak.

Buku yang diterbitkan Komnas HAM pada 2012 itu layak dibaca bagi semua orang yang ingin mengetahui lebih dalam kegiatan mediasi yang dilakukan Komnas HAM.  Tak kalah pentingnya, di bagian akhir, buku itu menyajikan lampiran peraturan perundang-undangan terkait mediasi Komnas HAM. Bahkan, berbagai macam contoh surat yang bersinggungan dengan proses mediasi di Komnas HAM ikut dilampirkan. Misalnya, surat permintaan mediasi, kesediaan mediasi dan surat kuasa sebagai tim juru runding mediasi.

Walau begitu, buku tersebut tak lepas dari kekurangan. Misalnya, kesalahan pengetikan, masih ditemukan di sub judul dalam bab. Kurang menyajikan data yang lengkap terkait kasus apa saja yang sudah ditangani Komnas HAM, berapa yang berhasil dan tidak serta apa saja bentuk pemenuhan hak korban dari semua kasus yang pernah dimediasi Komnas HAM.

Tags: