Mengintip Mediasi di Komnas HAM
Resensi

Mengintip Mediasi di Komnas HAM

Alternatif penyelesaian kasus di luar mekanisme peradilan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Buku Praktik Mediasi Hak Asasi Manusia terbitan Komnas HAM. Foto: Sgp
Buku Praktik Mediasi Hak Asasi Manusia terbitan Komnas HAM. Foto: Sgp

Bisa jadi sebagian masyarakat mengetahui kalau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah lembaga yang mengurusi persoalan HAM. Namun, boleh jadi lebih sedikit lagi yang mengetahui bagaimana kerja-kerja Komnas HAM dalam rangka menangani dan menyelesaikan kasus HAM.

Barangkali hal ini yang ingin dijawab Komnas HAM dengan menerbitkan buku berjudul Belajar Dari Pengalaman: Praktik Mediasi Hak Asasi Manusia. Buku bersampul biru itu ditulis oleh tim penulis yang dibentuk Komnas HAM di bawah tanggung jawab anggota Komnas HAM periode 2007–2012, Syafruddin Ngulma Simeulue dan M. Ridha Saleh.

Dalam buku itu, dijelaskan bagaimana mediasi digunakan sebagai salah satu upaya Komnas HAM dalam menangani dan menyelesaikan konflik yang ada di masyarakat. Di bagian awal, buku yang terdiri dari lima bab itu menjelaskan apa fungsi mediasi dan bagaimana peran mediator dalam melakukan mediasi. Di Bab 1, dijelaskan secara singkat bagaimana mediasi kerap digunakan oleh masyarakat, bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Di tengah kewenangan Komnas HAM yang terbatas, tak sedikit kasus pelanggaran HAM yang penyelesaiannya mandeg dan mediasi pun digunakan sebagai upaya memecah kebuntuan tersebut. Atas dasar itu, peran mediasi yang dilakukan sub komisi mediasi di Komnas HAM, sangat diperlukan.

Dalam melakukan mediasi, Komnas HAM bertidak sebagai mediator. Buku setebal 168 halaman itu memuat berbagai macam pengalaman mediasi yang dilakukan Komnas HAM berdasarkan mandat pasal 76 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Namun, buku itu mengingatkan, mediasi yang dapat dilakukan Komnas HAM, mengacu pasal 89 ayat (6) huruf b UU HAM, yaitu pelanggaran HAM yang bersifat perdata. Dan mengacu pasal 89 ayat (4) UU HAM, mediasi yang dilakukan Komnas HAM adalah mediasi di luar pengadilan. Sebagian besar kasus yang dimediasi adalah sengketa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Misalnya, sengketa pertanahan dan ketenagakerjaan.

Tapi, mediasi yang digelar Komnas HAM itu juga dilakukan untuk sengketa yang berkaitan dengan hak sipil poltik. Hal itu sejalan dengan amanat UU HAM. Dalam salah satu bagian di bab 2, buku itu menjelaskan kenapa Komnas HAM disebut sebagai mediator otoritatif dan apa perbedaannya dengan jenis mediator lainnya. Serta, alasan yang mendasari kenapa mediator Komnas HAM tak boleh bersaksi di persidangan dalam kasus yang pernah dimediasi.

Bagi yang ingin mengetahui apa saja tahapan yang ditempuh Komnas HAM dalam melakukan mediasi, dapat ditemukan di buku itu. Karena, bagaimana proses pra mediasi, mediasi dan pasca mediasi dijelaskan cukup rinci berikut landasan hukumnya.

Bahkan, pada proses pasca mediasi, dijelaskan bagaimana mediator melakukan monitoring atas pelaksanaan hasil kesepakatan. Serta melakukan tindakan yang diperlukan jika kesepakatan itu tak dilaksanakan. Seperti turun ke lapangan untuk memastikan pelaksanaannya atau mengajukan eksekusi ke pengadilan negeri.

Berdasarkan pengalaman mediasi yang dilakukan sub komisi mediasi Komnas HAM, berlarutnya proses mediasi disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari rumitnya masalah, posisi tawar korban, besarnya konflik, sengketa melibatkan negara dan korporasi. Tak luput dijelaskan dalam buku itu persoalan anggaran dan SDM menjadi hambatan sub komisi mediasi melaksanakan tugasnya. Selain kendala internal, perwakilan dari pihak yang dimediasi ikut menyumbang peluang keberhasilan atau tidaknya proses mediasi.

Misalnya, yang mengikuti mediasi apakah pihak yang bersengketa langsung atau perwakilannya. Kerap kali proses mediasi berjalan lancar jika pihak yang bersengketa secara langsung mengikuti proses mediasi. Walau mediasi dapat dikatakan sebagai salah satu senjata ampuh untuk menuntaskan sengketa, namun mediasi kerap terhambat jika sengketa berkaitan dengan barang milik negara (BMN). Misalnya, terjadi sengketa lahan antara warga desa dengan TNI Angkatan Darat.

Terkait sengketa BMN, buku itu cukup baik menjelaskan sengketa seperti apa yang ditemui Komnas HAM di masyarakat soal BMN. Penjelasan itu disertai dengan contoh kasus yang ditemui Komnas HAM di lapangan. Contoh kasus lainnya juga dijelaskan dalam buku itu, seperti  sengketa lahan antar masyarakat, ketenagakerjaan dan penggusuran pasar.

Sementara, pada Bab 4, menjelaskan tinjauan filosofis, sosiologis dan yuridis mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Serta hambatan dalam proses mediasi dari lembaga negara lainnya seperti pemahaman aparat pemerintah di pengadilan negeri yang minim atas kewenangan mediasi yang dimiliki Komnas HAM. Serta, absennya pengaturan di Mahkamah Agung tentang fiat eksekusi atas kesepakatan mediasi.

Sedangkan, fungsi mediasi sebagai upaya pemenuhan hak korban dijelaskan di bab 5. Dalam bab yang paling singkat pembahasannya itu ketimbang bab lainnya, dijelaskan bagaimana cara mediasi yang dilakukan Komnas HAM agar tak ditujukan untuk sarana impunitas. Oleh karenanya, buku itu menjelaskan hal apa saja yang harus diperhatikan Komnas HAM sebelum melakukan mediasi. Pasalnya, dalam melakukan mediasi HAM, Komnas HAM wajib mencermati apakah hak yang dilanggar itu tergolong hak yang dapat dikurangi atau tidak.

Buku yang diterbitkan Komnas HAM pada 2012 itu layak dibaca bagi semua orang yang ingin mengetahui lebih dalam kegiatan mediasi yang dilakukan Komnas HAM.  Tak kalah pentingnya, di bagian akhir, buku itu menyajikan lampiran peraturan perundang-undangan terkait mediasi Komnas HAM. Bahkan, berbagai macam contoh surat yang bersinggungan dengan proses mediasi di Komnas HAM ikut dilampirkan. Misalnya, surat permintaan mediasi, kesediaan mediasi dan surat kuasa sebagai tim juru runding mediasi.

Walau begitu, buku tersebut tak lepas dari kekurangan. Misalnya, kesalahan pengetikan, masih ditemukan di sub judul dalam bab. Kurang menyajikan data yang lengkap terkait kasus apa saja yang sudah ditangani Komnas HAM, berapa yang berhasil dan tidak serta apa saja bentuk pemenuhan hak korban dari semua kasus yang pernah dimediasi Komnas HAM.

Tags: