Problem akut regulasi baik dari kuantitas maupun kualitas masih terus terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan salah satunya kurangnya pemahaman terhadap sistem pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan “ketidakberdayaan” pembentuk UU mewujudkan kehendak publik. Berbagai permasalahan yang muncul terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan menimbulkan over regulasi, tumpang tindih regulasi, multitafsir, tidak efektif, dan bermasalah secara sosiologis.
Lalu, bagaimana sebenarnya sistem penataan regulasi di Indonesia yang ideal agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari? Untuk menjawab problematik peraturan perundangan-undangan di Indonesia, Instagram Live Headline Talks Hukumonline membahasnya bersama Guru Besar Ilmu Perundang-undangan/Dekan FH Universitas Jember (UNEJ), Bayu Dwi Anggono.
Dalam acara tersebut, Bayu mengatakan terdapat dokumen strategi penataan regulasi pemerintah yang ada di RPJMN 2019-2024. Program penyederhanaan regulasi yang terdapat dalam RPJMN tersebut terdapat beberapa strategi seperti pembentukan lembaga pengelola regulasi. Nanti, lembaga tersebut bertugas untuk mensinkronisasi regulasi yang tumpang tindih.
Baca Juga:
- KPK Dakwa Hakim Itong Terima Suap Rp 450 Juta
- Penyuap Bupati Langkat Divonis 2,5 Tahun Penjara
- 5 Golongan yang Berhak Menerima Bantuan Hukum
Kedua, terdapat strategi adopsi dan intergrasi, monitoring dan evaluasi regulasi. Ketiga, optimalisasi akses dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi. Keempat, penguatan harmonisasi dan sinergitas pembentukan regulasi sehingga antara kebijakan dan regulasi harus sejalan. Kelima, pengembangan database regulasi.
“Program-program tersebut ada dalam dokumen. Lalu, sudah tiga tahun ini apakah sudah berjalan? Saya lihat belum semua terlaksana,” ungkap Bayu, Rabu (22/6).
Salah satu hal yang belum terlaksana yaitu belum dibentuknya lembaga khusus pengelola regulasi. “Sudah ada pasal 99a UU 15/2019 tentang perubahan pertama UU 12/2011. Di sana sudah jelas kebijakan politik hukum negara adalah akan bentuk suatu kementerian atau lembaga khusus menangani penataan regulasi. Namun, makin ke sini makin tidak terdengar. Malah fungsi-fungsi ini makin disebar dalam UU 13/2022,” ungkap Bayu.