Menkeu Terbitkan 3 Aturan Baru Terkait Iuran BPJS Kesehatan
Utama

Menkeu Terbitkan 3 Aturan Baru Terkait Iuran BPJS Kesehatan

Pemerintah akan menghitung besaran anggaran setelah diterbitkannya tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru menyangkut iuran BPJS Kesehatan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Kementerian Keuangan menerbitkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setelah mengubah peraturan sebelumnya yang menyangkut iuran BPJS Kesehatan. Laman Kementerian Keuangan di Jakarta, Senin (11/11), menyebutkan tiga PMK itu sudah ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 5 November 2019.

 

Tiga PMK itu yakni PMK Nomor 158/2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Penghasilan dari Pemerintah. Dalam PMK itu, salah satu dasar penghitungan kebutuhan dana iuran jaminan kesehatan diperluas tidak hanya dari gaji/pensiun, tunjungan keluarga tapi juga tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja sesuai dalam pasal 4 ayat 1 (a).

 

Peraturan kedua yakni PMK Nomor 159/2019 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999. 08). Pada Pasal 16 Ayat 3 PMK ini, pergeseran anggaran belanja dari BA 999.08 ke BA BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (BA 999.05) dilakukan untuk keperluan pembayaran kurang bayar Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

 

Selain itu, juga dilakukan untuk penambahan alokasi DAU Tambahan untuk Bantuan Pembayaran Selisih Perubahan luran Jaminan Kesehatan Penduduk yang Didaftarkan oleh Pemerintah Daerah. PMK ketiga yakni PMK Nomor 160/2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

 

Pada PMK ini, salah satu pasal yang diubah adalah Pasar 3 yang menyebutkan dalam hal terdapat kebijakan yang menyangkut perubahan jumlah kepesertaan dan/ atau besaran luran PBI yang mengakibatkan terlampauinya pagu yang telah dialokasikan dalam APBN, kekurangannya dapat dipenuhi dari APBN tahun berjalan, APBN Perubahan, dan atau APBN tahun anggaran berikutnya.

 

Sebelumnya, kekurangan pembayaran PBI hanya dapat dipenuhi melalui APBN Perubahan atau APBN tahun anggaran berikutnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2018.

 

(Baca: Perpres Iuran BPJS Layak Diuji Materiil)

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah akan menghitung besaran anggaran setelah Kementerian Keuangan menerbitkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru menyangkut iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

 

"Itu akan kami hitung, jumlahnya nanti tergantung pada masing-masing dihitungnya," katanya ketika ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Senin (11/11).

 

Sri Mulyani mengatakan, tiga PMK baru hasil perubahan peraturan sebelumnya itu terkait pembayaran iuran BPJS Kesehatan untuk aparatur sipil negara (ASN), penerima bantuan iuran (PBI) dan daerah. Menteri Keuangan menyebutkan proses penghitungan besaran anggaran tersebut segera dirampungkan setelah pihaknya menerbitkan tiga PMK sekaligus terkait iuran BPJS Kesehatan.

 

Menanggapi anggaran subsidi BPJS Kesehatan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan perlu data yang benar untuk menentukan subsidi iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas III.

 

"Saya butuh data yang detail jangan sampai salah, harus tepat, hal ini terus kita bahas, masih ada waktu sampai sebelum Januari 2020," katanya di Magelang, seperti dikutip dari Antara.

 

Ia mengatakan hal tersebut di sela mengikuti upacara Wisuda Purnawira Pati TNI Angkatan Darat di Akademi Militer Magelang. Terawan merupakan salah satu perwira tinggi yang menjadi wisudawan. "Kita upayakan, selaku Menteri Kesehatan berjuang, data dari BPJS Kesehatan kita perlukan jumlahnya berapa dan yang 'clear' berapa baru kita bahas subsidinya," katanya.

 

Ia mengatakan pada hakikatnya semua pada rohnya menyetujui, tetapi perlu hitung-hitungan, tidak seperti mengeluarkan dompet terus dibuka, nanti bisa memengaruhi APBN. "Pada bulan Desember 2019 kita upayakan untuk 'clear', tetapi yang paling penting adalah rohnya, pemerintah itu berjuang untuk rakyat, memberikan, mengontribusikan untuk rakyat itu luar biasa," katanya.

 

Ia mengatakan perpres sudah berlaku tinggal diupayakan supaya iuran BPJS Kesehatan kelas III itu disubsidi sehingga kesannya tidak naik. "Subsidinya kita baru bahas karena menyangkut jumlahnya dan antarkementerian membahas bersama," ujarnya.

 

Pemerintah sebelumnya menetapkan iuran BPJS Kesehatan naik sesuai dengan yang direkomendasikan Menteri Keuangan menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

 

Besaran iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh APBN maupun peserta yang didaftarkan oleh pemerintah daerah (PBI daerah) sebesar Rp42 ribu dan mulai berlaku 1 Agustus 2019. Pemerintah pusat memberikan bantuan pendanaan kepada pemerintah daerah sebesar Rp19 ribu per peserta per bulan sejak Agustus 2019 untuk menutupi selisih kenaikan iuran tahun2019. Besaran yang sama, yaitu Rp42 ribu, juga ditetapkan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan Pekerja (BP) dengan layanan kelas III.

 

Untuk PBPU dan Bukan Pekerja kepesertaan kelas II sebesar Rp110 ribu, dan kepesertaan kelas I sebesar Rp160 ribu akan berlaku mulai 1 Januari 2020. Sementara itu besaran iuran untuk peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) baik ASN, TNI-Polri, pegawai BUMN, dan karyawan swasta yaitu lima persen dari upah per bulan, dengan batas maksimal upah sebesar Rp12 juta.

 

Ketentuan lima persen tersebut yakni empat persen dibayarkan oleh pemberi kerja, dan satu persen dibayarkan oleh peserta melalui pemotongan gaji. Ketentuan besaran iuran untuk peserta PPU ASN, TNI-Polri, pegawai BUMN, mulai berlaku per 1 Oktober 2019 dan untuk Pekerja Penerima Upah (PPU) dari badan usaha swasta mulai berlaku per 1 Januari 2020. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait