Menyoal Hak Maternitas dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak
Terbaru

Menyoal Hak Maternitas dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

Hak maternitas yang diupayakan dalam draf RUU KIA, belum mampu memberikan pelindungan secara kuat. Sebab, sanksi atas pelanggaran tersebut justru diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat RDPU dengan Komite III DPD di Komplek Gedung Parlemen, Senin (30/1/2023.  Foto: Istimewa
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat RDPU dengan Komite III DPD di Komplek Gedung Parlemen, Senin (30/1/2023. Foto: Istimewa

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) sedang berproses di parlemen, setelah resmi ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR. Sejumlah aturan yang mengedepankan kepentingan ibu dan anak. Tapi ada pula kepentingan perusahaan yang pegawainya merupakan perempuan. Setidaknya adanya pengaturan hak cuti maternitas yang berkonsekuensi terhadap produktivitas perusahaan.

Wakil Ketua Komite III DPD RI Evi Apita Maya berpandangan peran ibu amatlah penting dalam peningkatan kualitas hidup bagi anak dalam sebuah keluarga. Sebab kualitas hidup dipandang sebagai determinan dari kesejahteraan. Karenanya, tingkat pendidikan dan derajat kesehatan dianggap sebagai suatu indikator dalam mengukur kualitas hidup.

“Peningkatan tingkat pendidikan dan derajat kesehatan dipercaya akan meningkatkan produktivitas individu secara langsung. Kita harapkan RUU ini dapat mengakomodir hal tersebut,” ujar Evi Apita dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Komplek Gedung Parlemen, Senin (30/1/2023).

Anggota Komite III DPD Lili Amelia Salurapa berpendapat RUU KIA mesti mengedepankan pemenuhan hak maternitas. Soalnya, fakta di lapangan masih terdapat banyak kalangan pekerja perempuan yang mengalami diskriminasi. Setidaknya hak maternitas yang mesti diperolehnya malah diabaikan. Seperti adanya aturan cuti melahirkan dari 3 bulan menjadi 6 bulan dinilai dapat berakibat berkurangnya produktivitas perusahaan dengan mempekerjakan pegawai perempuan.

“Karena banyaknya cuti sehingga dianggap mengganggu produktivitas,” ujar senator asal Sulawesi Selatan itu.

Baca Juga:

Anggota Komite III DPD Mirati Dewaningsih menambahkan RUU KIA memang mesti mengedepankan cuti hamil dan melahirkan bagi pegawai perempuan di sebuah entitas perusahaan. Karenanya, senator asal Maluku itu mendorong agar materi RUU KIA dapat ditinjau ulang agar jauh lebih bermanfat bagi kalangan ibu dan anak di seluruh Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait