Menyoal Pembatasan Kewenangan Penyidikan dalam Perkara TPPU
Terbaru

Menyoal Pembatasan Kewenangan Penyidikan dalam Perkara TPPU

Penunjukan kewenangan hanya pada keenam lembaga dianggap tidak mampu mengatasi kejahatan TPPU karena sumber risiko tindak pidana asal semakin berkembang.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Selain itu, Yunus juga mengatakan terdapat kekeliruan pada penjelasan Pasal 74 UU 8/2010. “Secara normatif diktum pasal 74 harus lebih kuat dalam penjelasannya tapi praktik sebaliknya penjelasan membatasi hanya 6 penyidik saja. Sehingga berbeda antara diktum dan penjelasannya,” jelas Yunus.

Ahli Hukum Administrasi dan Tata Negara dan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Prof Laica Marzuki menyampaikan penjelasan Pasal 74 UU 8/2010 secara normatif menyampingkan kewenangan penyidik PNS melakukan penyidikan terhadap dugaan TPPU di sektornya. Dia juga menyampaikan terdapat anggapan secara hukum penjelasan Pasal 74 UU 8/2010 merupakan norma absud karena pada ketika penyidik PNS diberi kewenangan penyidikan tindak pidana asalnya namun tidak diberi kewenangan terhadap perkara TPPU.

“TPPU adalah tindak pidana ikutan dari tindak pidana asal. Bahwa TPPU merupakan tindak pidana lanjutan follow up crime dari predicate crime. Penjelasa Pasal 74 UU 8/2010 memotong kewenangan penyidik PNS,” jelas Laica.

Seperti diketahui, terdapat permohonan judicial review ke MK yang disampaikan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap UU TPPU sehubungan kewenangan penyidikan tersebut. Pemohon berharap bisa menyidik kasus TPPU yang berada di sektornya.

Sebelumnya, permohonan judicial review tersebut juga pernah disampaikan Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI), Yayasan Auriga Nusantara, Charles Simabura, Oce Madril dan Abdul Fickar Hadjar selaku Pemohon menguji Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU pada 2018 lalu. 

Kuasa Hukum Para Pemohon, Feri Amsari menilai Pasal 2 ayat (1) huruf z telah menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum. Sebab, pasal itu memberikan batasan tindak pidana lain yang ancaman pidanannya 4 tahun atau lebih.

Padahal, terdapat tindak pidana asal lain yang ancamannya di bawah 4 tahun dan melibatkan harta kekayaan atau aset dalam jumlah besar, dan terdapat indikasi kuat adanya upaya-upaya menyembunyikan, menyamarkan hasil tindak pidana sebagai modus TPPU.

Serta, lanjutnya, penjelasan Pasal 74 menimbulkan ketidakpastian hukum karena berbeda dengan norma Pasal 74 UU TPPU itu sendiri, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Namun, permohonan tersebut ditolak MK karena para pemohon dianggap tidak memiliki legal standing.

Tags:

Berita Terkait