Menyoroti Lemahnya Perlindungan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing
Terbaru

Menyoroti Lemahnya Perlindungan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing

Pelanggaran pekerja pelaut Indonesia dan berbagai negara memiliki tantangan dalam penindakannya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Acara peluncuran laporan hasil kajian IOJI tentang Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan, pada Rabu (31/8). Foto: MJR
Acara peluncuran laporan hasil kajian IOJI tentang Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan, pada Rabu (31/8). Foto: MJR

Perlindungan kerja pelaut perikanan Indonesia di kapal asing jadi persoalan serius yang belum tertangani secara optimal hingga saat ini. Mulai dari edukasi sebelum kerja hingga perlindungan terhadap pelanggaran hak-hak pekerja memerlukan pembenahan serius.  

Temuan-temuan permasalahan tersebut terangkum dalam laporan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) berjudul Potret Kerawan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM dan Kelembagaan.

IOJI mencoba menjawab tiga pertanyaan kunci dari permasalahan pekerja tersebut antara lain bagaimana kerangka hukum nasional, regional, internasional mengatur hak-hak dan pelindungan PMI PP; faktor-faktor yang mendorong penguatan atau pelindungan tersebut; dan rekomendasi perbaikan kerangka hukum dan tata kelola untuk pemenuhan hak dan pelindungan terhadap PMI PP.

Chief Executive Officer IOJI, Mas Achmad Santosa, mengungkapkan riset ini secara umum menyimpulkan bahwa kerangka hukum yang tersedia belum memberikan pelindungan yang efektif kepada PMI PP. Berbagai permasalahan masih dialami oleh PMI PP, mulai dari penyimpangan dalam proses seleksi dan penempatan, pelanggaran HAM di berbagai tahapan kerja PMI PP, serta belum efektifnya mekanisme penanganan pengaduan dan penegakan hukum. Ditemukan ketimpangan relasi kuasa antara PMI PP dengan agen/calo, pemilik kapal maupun perusahaan.

Baca Juga:

Laporan tersebut mengungkapkan terdapat berbagai faktor yang menyebabkan lemahnya pelindungan terhadap PMI PP di Indonesia, yang dapat disimpulkan yaitu kelemahan instrumen hukum pada tingkat internasional, regional, nasional, dan daerah; tumpang tindih kewenangan dan kelembagaan pelindungan PMI PP; ketimpangan relasi kuasa antaran PMI PP dengan pemberi kerja; pelanggaran sistemik dalam proses perekrutan dan penempatan; dan lemahnya akses informasi publik dan penanganan pengaduan.

Dalam rangka mewujudkan pelindungan PMI PP yang efektif dan berkeadilan, IOJI melalui kajiannya merekomendasikan usulan antara lain pengembangan kerangka hukum dan tata kelola pelindungan PMI PP pada tingkat internasional, regional, dan daerah; penguatan fungsi kelembagaan dan koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk meningkatkan efektivitas perlindungan; penguatan posisi tawar PMI PP melalui pengorganisasian, edukasi dan standardisasi pemberian kerja; perbaikan sistem dan praktik penegakan hukum untuk memberantas pelanggaran; serta penguatan transparansi akses informasi dan akuntabilitas perlindungan PMI PP melalui digitalisasi informasi.

Sementara itu, Mantan Menteri Luar Negeri RI sekaligus salah satu pendiri IOJI, Hassan Wirajuda mengungkapkan pelanggaran pekerja pelaut Indonesia dan berbagai negara memiliki tantangan dalam penindakannya. Kesulitan tersebut justru berasal dari ego sektoral di tingkat kementerian. Dia juga menyambut baik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

“Permasalahan pekerja di laut ini sangat memprihatinkan. Mereka korban trafficking, modern slavery. Saya interview bahwa pekerja itu tertipu dari kontrak yang berbahasa China. Pekerja di bawah umur, gaji yang tidak dibayarkan, bekerja di kapal yang sangat tidak memadai,” ungkap Hassan.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menyambut positif terbitnya laporan tersebut. Dia mengatakan Indonesia merupakan negara lima besar terbesar di dunia yang berpofesi sebagai pelaut. Dia memaparkan data 2019 menunjukan warga Indonesia sebagai pelaut, nelayan maupun perikanan 1,3 juta orang baik kerja di Indonesia atau luar negeri.

Namun, terdapat berbagai permasalahan dalam perlindungan PMI PP. “Kerap kali mengalami berbagai persoalan, penipuan, gaji, kerja overtime, kekerasan fisik hingga seksual di kapal-kapal Indonesia dan asing. Kami tidak berdiam diri dan terus perbaiki perlindungan tenaga kerja di sektor maritim,” jelas Ida.

Dia juga mengungkapkan pihaknya akan menyiapkan aturan turunan dari PP 22/2022. Aturan tersebut diharapkan dapat memperkuat perlindungan PMI PP saat bekerja di kapal perikanan Indonesia dan asing.

Tags:

Berita Terkait