Isu kebocoran data pada instansi negara hingga swasta kembali terjadi baru-baru ini. Sayangnya, tindak lanjut penyelesaian kasus kebocoran tersebut masih minim. Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) mendesak segera dilakukan salah satunya untuk mencegah terjadinya kebocoran data berulang.
“Absennya UU yang mengatur mengenai perlindungan data pribadi beserta kewajiban dan sanksi para pelaku yang bergerak di dalamnya semakin membuka peluang terjadinya kebocoran data. Hal ini tidak strategis dalam mendorong kontribusi ekonomi digital terhadap perekonomian dan juga rentan memicu krisis kepercayaan masyarakat terhadap instansi terkait,” tegas Head of Economic Opportunities Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya, Rabu (31/8) dalam keterangan persnya.
Ketika terjadi kebocoran data, kerangka regulasi yang menjadi acuan saat ini masih bertumpu pada level Peraturan Pemerintah, yaitu melalui PP 71/2019 mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang merupakan turunan dari UU ITE.
Baca Juga:
- 7 Catatan LBH Jakarta Terkait Bocornya Data Pribadi Konsumen PLN dan IndiHome
- Tak Semua PSE Wajib Daftar, Simak Kategorinya
- Dugaan Kebocoran Data PLN dan IndiHome, Kominfo Diminta Evaluasi Sejumlah Aspek
Dilihat dari kerangka regulasi ini, fokus utamanya masih bertumpu pada sistem dan transaksi elektronik. Padahal, persoalan data pribadi masyarakat dalam konteks ekonomi digital tidak hanya sebatas kebutuhan transaksi.
Ekonomi digital juga membutuhkan terjaminnya hak-hak konsumen digital termasuk menyangkut hak atas kerahasiaan dan keamanan data.
Trissia mengungkapkan dari hasil penelitian CIPS memperlihatkan, secara gamblang PP 71/2019 mewajibkan PSE lingkup publik (instansi pemerintahan) dan PSE lingkup privat untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan data ini. Hanya saja, sanksi yang diberikan hanya sebatas administratif dan kewajiban PSE lingkup publik juga belum termaktub dengan rinci.