Merangkai Kepingan "Puzzle" Nurhadi, Bos Paramount, dan Lippo Group
Berita

Merangkai Kepingan "Puzzle" Nurhadi, Bos Paramount, dan Lippo Group

Nurhadi dan Eddy Sindoro tak penuhi panggilan KPK.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Sekretaris MA Nurhadi. Foto: RES
Sekretaris MA Nurhadi. Foto: RES
Penyidikan kasus dugaan suap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution berbuntut pada pemeriksaan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan Chairperson PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka penyuap Edy, Doddy Aryanto Supeno.

Namun, menurut Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak, keduanya tidak hadir memenuhi panggilan penyidik. Eddy tidak hadir tanpa keterangan, sedangkan Nurhadi mengutus stafnya, tanpa alasan apapun, meminta untuk penjadwalan ulang. "Hanya minta di-reschedule," katanya, Jumat (20/5).

Sebenarnya, bagaimana keterlibatan Nurhadi dan Eddy dalam kasus ini? Jejak Nurhadi mulai "terendus" ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Edy dan Doddy. KPK langsung menggeledah kantor Nurhadi di MA dan kantor PT Paramount. Kemudian, KPK menggeledah rumah Nurhadi di Hang Lekir, Jakarta Selatan.

Dari hasil penggeledahan di rumah Nurhadi, KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp1,7 miliar yang terdiri dari berbagai pecahan mata uang asing dan rupiah. KPK juga menemukan sejumlah sobekan dokumen yang awalnya diduga dicoba disembunyikan. KPK, hingga kini, masih mendalami asal-usul uang di rumah Nurhadi.

Akan tetapi, sedikit demi sedikit peran Nurhadi mulai terkuak. Nurhadi diduga menghubungi Edy untuk meminta percepatan pengiriman berkas peninjauan kembali (PK) AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk (anak usaha Lippo Group) dalam perkara pailit. Berkas PK itu tercatat masuk ke MA pada 11 April 2016.

Untuk menguak keterlibatan Nurhadi, KPK tengah berupaya menghadirkan Royani, pegawai MA yang juga orang dekat Nurhadi. Royani sudah dua kali dipanggil sebagai saksi, tetapi tidak pernah hadir. Yuyuk menyatakan, ketidakhadiran Royani diduga atas campur tangan Nurhadi. Royanijuga diduga disembunyikan.

Demi menghadirkan Royani, KPK mengupayakan sejumlah cara, termasuk berkoordinasi dengan MA. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pimpinan KPK Laode M Syarif telah bertemu Ketua MA Hatta Ali. Walau tidak mengungkap detail isi pertemuan tersebut, yang pasti salah satunya terkait dengan kasus Edy.

Agus menganggap, keterangan Royani dapat merangkai "puzzle" untuk mengungkap mafia peradilan. "Kita sedang mencari supirnya. Itu juga dalam merangkaikan 'puzzle'-nya. Kan paniteranya sudah ada, pelaku-pelaku yang lain. Pasalnya nanti kita gabungkan dan mengarah, oh mafia peradilan, ini toh pelakunya," ujarnya.

Eddy Sindoro dan Lippo Group
Bos PT Paramount, Eddy Sindoro yang seharusnya hari ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Doddy, telah dicegah berpergian ke luar negeri per tanggal 4 Mei 2016. Kantornya pun telah digeledah KPK. Yuyuk menjelaskan, Eddy diduga mengetahui beberapa perkara sengketa yang melibatkan korporasi besar dalam kasus Edy dan Doddy.

Eddy diduga berhubungan dengan Doddy melalui beberapa perantara yang saat ini sudah diperiksa sebagai saksi. Sebagaimana diketahui, beberapa saksi yang diperiksa KPK merupakan mantan-mantan petinggi di anak usaha Lippo Group, antara lain Suhendra Atmadja, Heri, dan Rudy Nanggulangi.

Suhendra tercatat pernah menjadi Wakil Presiden Komisaris di Lippo Cikarang dan Presiden Komisaris di Lippo Securities. Sementara, Rudy, pada 2015, menjabat Presiden Komisaris PT Multi Prima Sejahtera Tbk yang dahulu bernama PT Lippo Enterprise Tbk. Rudy menjabat pula sebagai Presiden Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana.

PT Metropolitan adalah anak usaha PT Multi. Tidak hanya Rudy, Heri juga merupakan salah satu petinggi PT Metropolitan, yakni sebagai Komisaris. PT Metropolitan merupakan salah satu pemegang saham PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Di lain pihak, Eddy sendiri pernah menjadi Komisaris PT Lippo Karawaci Tbk.

Selain itu, Eddy juga pernah menduduki jabatan penting di sejumlah anak usaha Lippo Group, seperti Presiden Komisaris PT Lippo Cikarang Tbk, PT Pacific Utama Tbk, PT Lippo Land Development Tbk, Chairman dan Presiden Direktur PT Bank Lippo Tbk, PT Siloam Healthcare Tbk, serta Komisaris PT Multipolar Tbk dan PT Matahari Putra Prima Tbk.

Dalam perkara ini, diduga ada dua perkara anak usaha Lippo Group yang "diurus" Edy. Dua perkara itu adalah perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Kymco Lippo Motor Indonesia dan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk. Terkait PK atas pailit AcrossAsia Limited hingga kini masih berproses di MA.

Awalnya, 30 Agustus 2012, PT First Media Tbk mengajukan permohonan arbitrase atas wanprestasi AcrossAsia Limited terkait pelaksanaan Facility Agreement tertanggal 30 Juni 2011 ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Lalu, BANI menghukum AcrossAsia Limited membayar utang kepada PT First Media Tbk sebesar AS$46,774 ribu.

Putusan BANI didaftarkan ke PN Jakarta Pusat. Kemudian, PN Jakarta Pusat mengeluarkan penetapan tanggal 26 Desember 2012 yang menyatakan bahwa putusan BANI dapat dilaksanakan. AcrossAsia Limited pun dipanggil agar menghadap Ketua PN Jakarta Pusat hingga terbitlah teguran (aanmaning) ketiga.

AcrossAsia Limited meminta penangguhan pelaksanaan eksekusi atas putusan BANI. Sampai akhirnya, PT First Media Tbk mengajukan PKPU ke Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat sehubungan dengan utang AcrossAsia Limited yang telah jatuh tempo. PN Jakarta Pusat mengabulkan PKPU, serta menetapkan PKPU sementara untuk paling lama 45 hari.

Selanjutnya, AcrossAsia Limited mengajukan permohonan perpanjangan waktu penundaan kewajiban pembayaran utang pada 26 Februari 2013. Namun, pada 5 Maret 2013, PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang amarnya menyatakan termohon PKPU, AcrossAsia Limited berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.

AcrossAsia Limited yang merasa keberatan dengan putusan pailit tersebut, mengajukan kasasi pada 13 Maret 2013. AcrossAsia Limited meminta majelis kasasi membatalkan putusan pailit yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat. Akan tetapi, permohonan itu ditolak MA berdasarkan putusan No.214 K/Pdt.Sus-PKPU/2013 tanggal 31 Juli 2013.

Terhadap putusan kasasi, AcrossAsia Limited mengajukan upaya hukum PK. Dalam permohonannya, AcrossAsia Limited menjadikan PT First Media Tbk sebagai pihak termohon PK. Permohonan PK itu didaftarkan melalui PN Jakarta Pusat. Saat ini, berkas PK sudah dikirimkan ke MA dan sedang dalam pemeriksaan tim KHS.
Tags:

Berita Terkait