MK Batalkan Beberapa Pasal UU MK
Utama

MK Batalkan Beberapa Pasal UU MK

MK tetap tidak mau diawasi KY.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Norma Pasal 26 ayat (5) dinilai menimbulkan ketidakadilan bagi seorang yang terpilih sebagai hakim konstitusi jika hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang digantikan. Jika pasal itu diterapkan akan bertentangan dengan Pasal 22 UU MK yang menyatakan masa jabatan hakim konstitusi selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

 

“Pasal 22 UU MK tidak dapat ditafsirkan lain, kecuali lima tahun baik yang diangkat secara bersamaan maupun bagi hakim konstitusi yang menggantikan hakim konstitusi yang berhenti sebelum masa jabatan berakhir,” kata Akil.

 

Komposisi MKH

Menurut Mahkamah, Pasal 27A ayat (2c-e) yang mengatur komposisi majelis kehormatan hakim MK dengan memasukkan unsur DPR, pemerintah, MA, KY secara permanen justru akan mengancam dan mengganggu kemandirian hakim MK. “Adanya keempat unsur itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena mereka dapat menjadi pihak yang berperkara di MK,” kata Hakim Konstitusi Achmad Sodiki.

 

Khusus KY, mengacu pada putusan MK No 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa hakim konstitusi bukan objek pengawasan KY. Mahkamah menegaskan adanya unsur DPR, pemerintah, MA, dan KY tidak memberi jaminan kemandirian. Sebab, ada kemungkinan orang yang mengisi anggota MKH sarat dengan kepentingan sektoral.

 

“Untuk menjaga independensi dan imparsialitas Mahkamah, maka MK perlu menyusun kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi dimana anggota MKH terdiri dari unsur MK dan unsur lain yang independen dan nonpartisan,” katanya.

 

Pasal 59 ayat (2) UU MK juga dinilai tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum karena DPR dan presiden hanya akan menindaklanjuti putusan MK jika diperlukan saja. Padahal, putusan MK bersifat final dan mengikat yang harus ditindaklajuti DPR dan presiden. “Pasal 59 ayat (2) mengandung kekeliruan khususnya frasa  ‘DPR atau Presiden’ karena bertentangan dengan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945,” kata Sodiki.           

 

Mahkamah juga berpendapat Pasal 87 UU MK yang memuat aturan peralihan selain menimbulkan ketidakpastian hukum juga menimbulkan ketidaksamaan perlakuan. Sebab, ada pasal yang langsung berlaku dan dilaksanakan. Namun, ada pasal yang tidak langsung berlaku.

Tags: