MK Perjelas Waktu Gugurnya Praperadilan
Utama

MK Perjelas Waktu Gugurnya Praperadilan

Pemohon berharap dengan putusan ini, pelaksanaan aturan mengugurkan permohonan praperadilan bisa seragam diantara para penegak hukum.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Konstitusi RI. Foto: RES
Mahkamah Konstitusi RI. Foto: RES
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan Mantan Bupati Morotai Rusli Sibua. Dari lima pasal yang dimohonkan pengujian, Mahkamah hanya mengabulkan pengujian Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP terkait gugurnya hak mengajukan praperadilan ketika perkara pokoknya sudah diperiksa pengadilan.

Dalam putusannya, Mahkamah menyimpulkan Pasal 50 ayat (2), (3), Pasal 52 ayat (1), (2), Pasal 137, dan Pasal 143 ayat (1) KUHAP tidak bertentangan dengan UUD 1945 alias konstitusional. Mahkamah hanya menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai permohonan praperadilan gugur saat telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkaranya. (Baca juga: Hakim Gugurkan Praperadilan Irman Gusman).

“Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘suatu perkara sudah mulai diperiksa’ tidak dimaknai ‘permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan’,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat dalam putusan bernomor 102/PUU-XIII/2015 di Gedung MK, Rabu (9/11).

Sebelumnya, Rusli Sibua mempersoalkan Pasal 50 ayat (2), (3), Pasal 52 ayat (1), (2), Pasal 82 ayat (1) huruf d, Pasal 137, dan Pasal 143 ayat (1) KUHAP terkait hak-hak tersangka yang salah satunya mengatur gugurnya hak mengajukan praperadilan ketika perkara (pokok) sudah diperiksa oleh pengadilan. Terkait Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, terpidana kasus suap terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar dalam kasus sengketa Pilkada Kabupaten Morotai ini dinilai bertentangan dengan UUD 1945 karena bersifat multiitafsir. (Baca juga: Mahasiswa Kedokteran Menang Lawan Polisi di Sidang Praperadilan).

Dalam pertimbangan, Mahkamah menerangkan dalam praktik Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP seringkali menimbulkan perbedaan penafsiran dan implementasi oleh para hakim praperadilan. Perbedaan penafsiran ini bukan semata-mata implementasi norma, melainkan akibat ketidakjelasan rumusan norma itu sendiri terutama frasa “perkara mulai diperiksa” yang dapat menyebabkan gugurnya praperadilan.

“Tegasnya, penafsiran dan implementasi yang dimaksud mengenai kapan batas waktu suatu perkara permohonan praperadilan dinyatakan gugur yang disebabkan adanya pemeriksaan terhadap pokok perkara di pengadilan negeri (PN). Sebab, dalam praktik ternyata tidak ada keseragaman penafsiran di kalangan para hakim praperadilan,”ujar Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul saat membacakan pertimbangan hukum putusan.

Dia mencontohkan ada hakim praperadilan berpendapat permohonan praperadilan gugur setelah berkaspokok perkara dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan diregistrasi di PN dengan alasan tanggung jawab yuridis telah beralih dari Jaksa ke PN. Sebaliknya, ada pula hakim praperadilan berpendapat batas waktu perkara permohonan praperadilan gugur ketika pemeriksaan perkara pokok sudah mulai disidangkan.

“Mahkamah berpendapat Pasal 82 ayat (1) huruf d UU No. 8 Tahun 1981 telah nyata-nyata multitafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum,” sebutnya.

Guna menghindari perbedaan penafsiran dan implementasi itu, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan, perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa/pemohon praperadilan. Bagi Mahkamah, penegasan ini sebenarnya sesuai hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.

Atas dasar itu, Mahkamah berpendapat norma Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang berbunyi, “dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur” adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “perkara sudah mulai diperiksa” tidak diartikan telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan dimaksud.

“Demi terciptanya kepastian hukum, Mahkamah perlu memberikan penafsiran yang menegaskan mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo, yaitu ‘permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan’,” tegasnya.

Usai sidang, salah satu kuasa hukum pemohon, Ahmad Ruliansyah mengapresiasi putusan ini. “Kita cukup kasih apresiasi karena sebagian permohonan diterima,” kata Ruliansyah di Gedung MK.

Dia berharap dengan putusan ini, pelaksanaan aturan mengugurkan permohonan praperadilan bisa seragam diantara para penegak hukum. Sebab, selama ini terdakwa sering kehilangan haknya untuk mengajukan praperadilan lantaran adanya hak tersangka/terdakwa agar perkaranya “segera” dimajukan ke pengadilan dalam Pasal 52 ayat (2), (3) KUHAP.
Tags:

Berita Terkait