Molor Sidang Tipikor, Kisah Klasik Dunia Peradilan
LIPUTAN KHUSUS

Molor Sidang Tipikor, Kisah Klasik Dunia Peradilan

Mahkamah Agung menilai persoalan ini mesti diatasi bersama antar pihak berperkara mulai dari terdakwa, penasihat hukum, serta saksi dan ahli.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
“Tahanan belum pernah datang jam 8 pagi, pasti setelah jam 10,” sebutnya.
Atas molornya kehadiran terdakwa, beberapa Ketua Pengadilan Negeri pernah berinisiatif bersurat ke Kejaksaan Negeri dan Kepala Rutan. Dalam jawabannya, Kepala Rutan menyebut alasan pemberian jatah makan sehari dua kali, yakni makan pagi dan makan malam yang menyebabkan terdakwa terlambat diantar ke pengadilan. Sehingga, terdakwa baru diberangkatkan ke pengadilan setelah diberi jatah makan yang kedua sekitar pukul 10 siang. Mereka tiba di pengadilan rata-rata jelang waktu istirahat siang.
Kata Ridwan, sempat ada usulan agar jatah makan dibungkus dengan nasi kotak. Bahkan, pengadilan sempat mengusulkan agar diberikan anggaran untuk memberikan jatah makan kepada pihak yang akan bersidang, termasuk saksi dan ahli. Sejauh ini, beberapa pengadilan baru sebatas memberikan air mineral ketika mereka menunggu waktu sidang digelar.
“Kita ingin cari solusi minimal ada kompensasi terhadap mereka yang tunggu lama. Kita ingin minta anggaran, sudah diusulkan tapi anggaran sangat terbatas. Karena yang tanggungjawab tahanan itu ada pada rutan (Kementerian Hukum dan Ham),” ujarnya.
  
Kedua, solusi yang dinilai paling tepat adalah dengan melakukan rekrutmen hakim. Kata Ridwan, sejak enam tahun lalu belum pernah lagi dilakukan penambahan personel hakim. Ambil contoh misalnya, ada sebuah pengadilan yang hanya memiliki tiga orang hakim. Andaikan mereka bersidang setiap hari hingga malam sekalipun, tentu akan ada potensi tumpukan perkara dan berdampak pada molornya jadwal. (Baca Juga: Minimnya Jumlah Hakim Picu Sidang-Sidang PHI Molor)
Kuncinya adalah menyeimbangkan jumlah hakim dengan perkara yang diterima pengadilan dengan rekrutmen. Pernah dicoba gagasan dengan menarik hakim dari satu pengadilan ke pengadilan yang membutuhkan. Namun, ada kesulitan seperti hakim yang bersangkutan telah berada di level yang lebih tinggi dari pengadilan mau dituju. Kata Ridwan, secara prosedur akan ada yang dilanggar. Sayangnya, hingga saat ini MA masih belum menerima kejelasan mengenai permohonan permintaan 1.500 calon hakim baru untuk mengatasi salah satunya jadwal sidang yang molor. 
“Kita tarik dari kota besar, ngga mungkin dia diturunkan ke pengadilan lebih rendah. Protapnya keliru kan, langgar prosedur. Di kota besar saja kurang apalagi mau ditarik lagi ke pengadilan lain,” ujar Ridwan.



Bukan lagi rahasia umum, agenda persidangan acapkali mundur dari jadwal yang semula ditetapkan. Tak tanggung-tanggung, jadwal sidang yang mestinya dimulai pagi hari, ternyata baru berhasil digelar jelang matahari terbenam. Dan satu hal yang menyedihkan, kenyataan tersebut ternyata masih terjadi hampir di setiap pengadilan.
Halaman Selanjutnya:
Tags: