MPR Dorong Pemisahan DJP dari Kemenkeu
Terbaru

MPR Dorong Pemisahan DJP dari Kemenkeu

Ide pemisahan sudah diinisiasi pemerintah melalui RUU KUP pada 2015, tapi tidak tuntas. Sementara DPR periode 2019-2024, pemerintah mengajukan draf RUU KUP baru pada Mei 2021 hingga akhirnya disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tetap memposisikan DJP berada di bawah Kemenkeu.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Beberapa negara lain juga telah membuat lembaga pajak semi otonom,” katanya.

Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad menambahkan insiatif pemerintah memisahkan DJP dari Kemenkeu dituangkan dengan membuat draf RUU KUP diperiode 2015. Dalam Pasal 95 draf RUU KUP, menyebutkan “Penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Lembaga tersebut nantinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Namun sampai berakhirnya masa jabatan DPR periode 2014-2019, pembahasan tersebut tidak tuntas. Sementara DPR periode 2019-2024, pemerintah mengajukan RUU KUP dengan draf baru pada Mei 2021. Tapi, ternyata tak menyebutkan mengenai posisi DJP menjadi lembaga di bawah Presiden. Sayangnya, perubahan tersebut tak disertai alasan yang jelas.

“Sampai akhirnya, melalui pembahasan yang relatif cepat, RUU KUP yang baru itu disahkan pada 29 Oktober 2021 menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pasca-penetapan UU itu, DJP tetap berada di bawah Kemenkeu,” ujarnya

Fadel yang notabene pimpinan MPR dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu menilai, usulan DJP menjadi otoritas terpisah dari Kemenkeu dan kedudukannya setara dengan kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden akhirnya melempem. Tapi dengan muncul kasus-kasus oknum pejabat di DJP yang hidup mewah dengan penghasilan tidak wajar, usulan pemisahan  DJP dengan Kemenkeu kembali mengemuka  kendatipun tak gencar.

“Saya menilai, inilah saatnya kita kembali memikirkan untuk memisahkan DJP dari Kemenkeu,” ujarnya.

Menurutnya, dahulu banyak ahli yang mendorong agar DJP dipisah dari Kemenkeu agar terdapat lembaga setingkat menteri yang fokus menangani perpajakan. Apalagi penerimaan pajak Indonesia saat ini mencapai lebih dari 75% dari pendapatan negara. Pada APBN 2023, dianggarkan penerimaan negara akan mencapai sebesar Rp2.463 triliun dengan pendapatan dari pajak sebesar Rp2.021,2 triliun atau sekitar 82%.

Anggaran itu cukup optimistis karena pada tahun 2022 realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.626,4 triliun di mana pajak menyumbang Rp2.034,5 triliun (77%). Tahun sebelumnya, realisasi APBN di masa pandemi mencapai Rp2.011,3 triliun, sedangkan pendapatan dari pajak sebesar Rp1.547,8 triliun atau 76%.

Kemenkeu menyebutkan bahwa pendapatan dari pajak dalam dua tahun terakhir (2021 dan 2022) selalu lebih tinggi dari target. Sayangnya, dengan adanya kasus-kasus tidak elok yang dilakukan pejabat perpajakan yang menimbun kekayaan tidak wajar itu, bisa menggerus kepercayaan publik terhadap DJP dan juga Kemenkeu. Kondisi tersebut harus segera diantisipasi karena dapat berdampak terhadap penerimaan negara dari sektor pajak.

“Memang pemisahan DJP dari Kemenkeu membutuhkan kajian mendalam menyangkut berbagai hal. Apakah DJP yang terpisah dari Kemenkeu itu berupa Badan Keuangan Negara yang bersifat otonom atau semi-otonom,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait