MUI Minta MK Tolak Perkawinan Beda Agama
Terbaru

MUI Minta MK Tolak Perkawinan Beda Agama

MUI menegaskan Indonesia bukan penganut HAM yang sebebas-bebasnya karena kultur di Indonesia tidak sama dengan kultur pada negara-negara lain di dunia yang merupakan penganut HAM bebas.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 8 huruf f UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait syarat sahnya perkawinan dan larangan menikah oleh agamanya dinilai konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Sebab, beleid itu telah mendapatkan authoritative sources yang kuat yaitu berdasarkan Alinea Ketiga dan Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, dan Pasal 29 ayat (1), dan ayat (2) UUD 1945.

“Karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memohon agar Mahkamah Konstitusi (MK) berkenan memeriksa dan memutus dengan amar putusan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Syaeful Anwar saat menyampaikan keterangan sebagai Pihak Terkait dalam sidang lanjutan pengujian UU Perkawinan yang diajukan E. Ramos Petege, Rabu (15/6/2022) seperti dikutip dari laman MK.

Baca Juga: 

MUI mengingatkan perkawinan tidak hanya soal hukum keperdataan, tetapi juga hukum agama. Perkawinan beda agama sebagaimana keinginan dari Pemohon membuat bangsa Indonesia kembali pada masa kolonial. Sebab, perkawinan hanya bersifat umum dengan pengesahan yang mengesampingkan hukum agama.

Sehubungan isu hak asasi manusia (HAM) dalam hukum perkawinan yang dipersoalkan Pemohon, MUI menegaskan Indonesia bukan penganut HAM yang sebebas-bebasnya karena kultur di Indonesia tidak sama dengan kultur pada negara-negara lain di dunia yang merupakan penganut HAM bebas.

“Justru MUI berpandangan seharusnya bangsa Indonesia menghormati perjuangan pendahulu bangsa dalam membahas UU Perkawinan ini, yang saat penyusunannya sampai nyaris menimbulkan perpecahan negara,” tegas Syaeful.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan HAM MUI Arovah Windiani menyebutkan sebagai badan hukum yang diakui secara sah, MUI berfungsi sebagai pemberi fatwa kepada umat Islam, negara, dan pemerintah. Dengan demikian, MUI berperan sebagai pelayan umat dan mitra pemerintah dalam menjaga umat untuk penguatan negara. MUI hadir dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang terbaik, negara yang aman, adil, dan makmur.

“MUI merupakan wadah yang mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi antarumat beragama. Oleh karenanya, permohonan ini jelas akan berpengaruh pada tugas pokok dan fungsi serta peran MUI,” ujar Arovah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait