Munir Fuady: Advokat dengan Mimpi Seribu Buku
Berita

Munir Fuady: Advokat dengan Mimpi Seribu Buku

“Kalaupun saya berhasil, saya bilang saya hanya berani melawan arus, istilahnya sekarang berani tampil beda”.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Jadi ibaratnya kita seperti filosofinya petani, petani itu di sawah, padinya segala macam diambil kan satu batang demi satu batang itu dikumpulkan dan dibawa berton-ton ke kota. Asalnya kan dari satu batang padi itu, tapi kalau kita tak mau mulai dari satu itu, kita tak akan pernah bisa mengarang. Makanya mengarang itu kecil, jadi dibuat dikit-dikit lama lama dikumpulin jadi banyak.

 

Tantangan yang kerap ditemukan dalam menulis?

Tantangannya banyak. Pertama, waktu. Kedua, kita cukup harus teliti dalam memilih topik, teliti dalam melihat segala persoalan, termasuk teliti dalam melihat pasar, ‘laku gak buku saya nanti?’. Karena kalau karang buku sehebat apapun kalau orang tak mau beli maka penerbit juga tak akan mau terbitkan. Nah itu kita harus pelajari dulu, harus bicara dengan banyak orang dulu, harus research dulu, jadi untuk satu buku itu ada banyak sekali yang kita lakukan.

 

Apa yang laku di pasar, dan pasarnya mana? Misalnya, untuk hukum itu, pasar popularnya ada, tapi pasar ilmiahnya juga ada. Nah ini harus hati-hati, kita ini apa mau masuk ke popular begituan atau masuk ke buku teks? Yang kalau kita lihat perlu. Terus bidangnya apa. Saya terus terang misal lagi duduk-duduk begini terus dapat ide mengarang buku tentang apa? Saya harus lihat dulu pertama, pasarnya, adakah pasarnya untuk buku seperti ini.

 

Misalkan ternyata ada pasarnya, kemudian saya harus lihat dulu ada buku orang kah yang sama dengan topik yang ingin saya tulis ini? Terkadang kita mengarang buku bagus, eh ternyata pas kita ke Gramedia sudah berderet-deret buku seperti itu. Nah itu juga gak akan laku, penerbit juga gak akan mau. Kecuali kalau kita ambil penerbit-penerbit pinggiran.

 

Jadi banyak sekali pertimbangan sebelum kita bikin buku, bahkan setelah mengarang buku saya juga ada pengalaman keluar peraturan perundang-undangan baru, wah sudah terjawab semua yang kita tulis, artinya tinggal gak dilanjutin. Makanya ada buku saya yang udah saya bikin setengah gak saya lanjutin karena keluar undang-undang baru, kira-kira ada dua sampai tiga buku yang di tengah jalan saya berhenti.

 

Munculnya ide-ide dalam menulis dari mana?

Saya dapat ide dari mana-mana. Saya kan juga mengajar, kadang dapat ide dari anak-anak, pak kok begini, kok begitu hukum kita? Tapi dalam praktik juga ketika kita kerja, kemudian ketemu dengan hakim, diskusi tentang suatu permasalahan, bertemu dengan banyak teman juga, kok begini, kok begitu, ya masalah akhirnya kita sambut, kemudian kita analisis. Yang paling penting lagi ngarang buku itu mewujudkan ide. Saya pernah ada pengalaman paling jelek, saat mau menulis sudah saya siapkan komputer karena pikirannya entah ke mana-mana, ujung-ujungnya nulisnya gak jalan.

 

Lima belas menit kurang lebih saya duduk, saya coba putar terus kalimatnya mutar lagi ke situ, nah itu artinya kita gak konsen. Kalau begitu gak bisa dipaksakan, berhenti dulu, jalan entah ke mana, nanti pas balik baru kerjain lagi. Jadi gak betul itu hanya ngarang buku novel saja yang butuh inspirasi, buku ilmiah juga butuh.

Tags:

Berita Terkait