Novel Minta Audit Investigatif TWK dalam Proses Peralihan Pegawai KPK
Utama

Novel Minta Audit Investigatif TWK dalam Proses Peralihan Pegawai KPK

Agar menjadi jelas motif, siapa penyusun, maksud dari pertanyaan-pertanyaan tes wawasan kebangsaan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Webinar bertajuk 'Merawat Semangat pemberantasan Korupsi', Kamis (20/5/2021). Foto: RFQ
Webinar bertajuk 'Merawat Semangat pemberantasan Korupsi', Kamis (20/5/2021). Foto: RFQ

“Tugas kami adalah ikhtiar dengan berbuat”. Demikian pernyataan singkat yang menjadi prinsip penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Meski terus merasa “diserang”, semangat integritas dan marwah lembaga terus dijaga. Terakhir, Novel bersama koleganya, “diserang” melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian proses peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Saat pengumuman TWK pada 5 Mei 2021 lalu, dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK, 75 orang pegawai diantaranya tidak memenuhi syarat (TMS). Persoalannya, materi TWK dinilai tidak lazim, tidak berhubungan dengan tugas dan fungsi KPK, serta memasuki wilayah privat (privacy seseorang, red). Kemudian terbit Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang menyebut pegawai-pegawai dengan status TMS diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan (nonjob).

“Proses peralihan status kepegawaian menjadi ASN menuai kontroversi. Mulai pertanyaan dalam TWK yang tidak sesuai dengan kerja pemberantasan korupsi. Sebaliknya, malah masuk ke ranah privat,” ujar Novel Baswedan dalam webinar bertajuk “Merawat Semangat pemberantasan Korupsi” yang digagas Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Seluruh Indonesia, Kamis (20/5/2021). (Baca Juga: Lima Cacat Hukum TWK Sebagai Dasar Penonaktifan 75 Pegawai KPK)  

Novel menerangkan upaya mengalihkan status kepegawaian KPK menjadi ASN merupakan imbas berlakunya UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK yang menempatkan KPK masuk rumpun kekuasaan eksekutif. Sebagai orang yang berlatar belakang polisi, kata Novel, menjalani TWK bukan hal baru. “Tapi, TWK yang dijalani dalam proses peralihan pegawai KPK ke ASN jauh dari biasanya,” ungkapnya.

Sebelum TWK dia sempat menanyakan ke pimpinan KPK soal materi pertanyaan dalam TWK, hingga konsekuensi bila tak lulus tes. Penjelasan pimpinan KPK hanya sebatas penilaian dan pemetaan semata. Seperti, kepentingan pegawai KPK tak boleh mengikuti organisasi terlarang, moralitas, dan integritas. Awalnya, Novel dan sejumlah pegawai KPK lainnya menganggap materi TWK tak menjadi kekhawatiran. “Kalau ditanya organisasi terlarang tidak perlu tes, tapi diusut.”

Meski tetap mengikuti TWK, belakangan muncul kecurigaan di ujung hasil penilaian yang menyatakan 75 orang pegawai KPK dinyatakan TMS. Bagi Novel, 75 orang tersebut sulit bila dikatakan bermasalah di bidang akademis. Sebab, orang-orang tersebut boleh dibilang cukup mumpuni. Begitupula soal radikal yang jauh dari organisasi terlarang, moralitas, dan integritas pun terjaga.

“Terkait hal ini kami melihat ini upaya untuk menyingkirkan. Ternyata proses tanya jawab dan TWK masalahnya banyak sekali karena salah satunya dibenturkan soal keyakinan agama. Seharusnya tidak perlu dibenturkan. Banyak sekali TWK itu menggambarkan bermasalah. Hasil TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk menilai TMS sebagai pegawai KPK,” kata Novel.

Tags:

Berita Terkait