Obesitas Regulasi Hambat Masuknya Investasi
Berita

Obesitas Regulasi Hambat Masuknya Investasi

RUU Cipta Kerja dipandang menjadi terobosan dalam mengatasi berbagai persoalan tumpang tindih aturan dan obesitas peraturan di sektor perizinan guna meningkatkan investasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Persoalan utama pertumbuhan ekonomi dari sektor investasi tentang banyaknya regulasi terkait dengan perizinan. Belum lagi, antar peraturan satu dengan lainnya saling tumpah tindih. Kata lain, persoalan obesitas regulasi menjadi penghambat besar bagi masuknya investasi dari luar ke dalam negeri.

Demikian disampaikan Ketua Umum Kamar Dadang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) secara virtual terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, Selasa (9/6) kemarin.  “Keluhan yang paling tinggi dari investor dalam dan luar negeri terkait perizinan kemudahan berusaha,” ujarnya.

Roeslani mencatat terdapat 848 peraturan di pemerintah pusat. Sementara peraturan tingkat menteri mencapai 14.815 peraturan. Kemudian peraturan daerah sebanyak 15.996. Menurutnya dengan obesitasnya aturan tentang perizinan yang saling tumpang tindih dan bertentangan dengan regulasi lain bakal membuat para calon investor bingung.

Menurutnya, dampak dari maju mundurnya calon investor menanamkan modalnya di Tanah Air berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Padahal dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, investasi asing menjadi modal penting. Sayangnya, persoalan regulasi yang sedemikian obesitas menjadi persoalan bagi investor masuk ke Indonesia.

Dia berpndapat singkronisasi dan harmonisasi sebuah aturan atau regulasi terkait perizinan mesti diatur sedemikian rupa dalam draf RUU Cipta Kerja. Apalagi RUU Cipta Kerja berfokus pada kemudahan berusaha dan investasi. Setidaknya melalui RUU Cipta Kerja dapat meniadakan ego sektoral serta tumpang tindihnya aturan sebagaimana yang terjadi sepanjang puluhan tahun.

“Regulasi kita cukuyp banyak, harus dipangkas, dan diselaraskan dengan keberadaan RUU Cipta Kerja. Jadi penting untuk kita melihat investasi dalam negeri dan luar negeri masuk ke Indonesia untuk dapat tumbuh dan berkembang,” harapnya. (Baca Juga: Legislator Ini Usul Ketentuan Pers Dicabut dari RUU Cipta Kerja)

Sementara Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas tak menampik sedemikian banyaknya aturan  yang mengatur perizinan berusaha dan investasi yang diterbitkan pemerintah pusat ataupun daerah. “Dengan obesitasnya aturan perizinan usaha dan investasi memberatkan bagi para calon investor dalam dan luar negeri,” kata dia.

Menurutnya, aturan yang diterbitkan pemerintah pusat mulai dalam bentuk UU, aturan turunan berupa peraturan pemerintah, dan peraturan menteri saling tumpang tindih. Akibatnya, laju investasi di Indonesia berjalan lamban. Bahkan, calon investor pun beralih ke negara lain akibat sulitnya perizinan berusaha dan investasi di Indonesia.

Anggota Komisi VI DPR itu berpendapat, melalui RUU Cipta Kerja dengan metode omnibus law setidaknya dapat menyelesaikan berbagai persoalan perizinan berusaha dan kemudahan berinvestasi. Dengan kata lain, RUU Cipta Kerja menjadi terobosan mengatasi karut marutnya regulasi perizinan investasi. “Juga dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi investor di daerah tanpa harus mengurangi prinsip-prinsip otonomi daerah,” katanya.

Politiis Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu melanjutkan dalam pembahasan draf RUU Cipta Kerja nantinya bersama pemerintah, Baleg terlebihi dahulu ingin mengetahui urgensi kemudahan perizinan investasi dan kemudahan berusaha dari para pemangku kepentingan. Sebab banyak hal dalam RUU Cipta Kerja memiliki konsekuensi bila mengubah skema perizinan yang sudah ada dalam banyak peraturan perundang-undangan.

Sebelumya, pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan akan menerapkan Omnibus Law dan mengurangi perizinan guna mendorong iklim investasi. Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil mengatakan skema penyatuan sejumlah aturan atau omnibus law bakal memperluas iklim investasi pada sektor properti.

“Omnibus Law adalah iklim menciptakan investasi lebih baik, kita akan lihat iklim investasi yang selama ini menjadi masalah dan itu akan dicari solusinya termasuk properti dan investasi yang lain,” ujar beberapa waktu lalu.

Sofyan menjelaskan iklim investasi Indonesia masih tidak terlalu menarik dalam persaingan global. Hal itu terlihat dari adanya 31 perusahaan besar asal Tiongkok yang ekspansi ke berbagai negara, tapi tidak melirik pasar di Tanah Air. Sebaliknyaa malah masuk ke negara tetangga. Salah satu cara pemerintah untuk menarik investasi dengan penerbitan omnibus law yang dianggap menjadi terobosan melikuidasi syarat perizinan usaha yang tersebar di berbagai UU sektoral.

Tags:

Berita Terkait