Otto Hasibuan Sesalkan Somasi SBY
Utama

Otto Hasibuan Sesalkan Somasi SBY

Sebagai seorang presiden, SBY dinilai berhak melakukan somasi terhadap pihak yang menghujat di luar kewajaran.

Oleh:
YOZ/RFQ
Bacaan 2 Menit
Pengacara Rizal Ramli, Otto Hasibuan (kiri) memberikan keterangan pers merespon somasi pengacara SBY, Jakarta, (27/01). Foto: RES
Pengacara Rizal Ramli, Otto Hasibuan (kiri) memberikan keterangan pers merespon somasi pengacara SBY, Jakarta, (27/01). Foto: RES
Somasi yang dikeluarkan pengacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Keluarga terhadap Rizal Ramli dinilai berlebihan. Langkah hukum itu dianggap berpotensi memberangus kebebasan berpendapat di masyarakat. Hal ini disampaikan Ketua Tim Hukum Pengawal Demokrasi dan Kebebasan Berpendapat, Otto Hasibuan, di Jakarta, Senin (27/1).

Otto mengatakan, somasi yang dilayangkan SBY kepada Rizal Ramli, melalui kuasa hukum Palmer Situmorang dan Hafzan Taher, atas nama SBY sebagai pribadi, sebagai presiden, maupun keluarga, dinilai merupakan lonceng kematian demokrasi negeri ini. Dia mengklaim, sekitar 100 bahkan 200 lebih advokat siap bergabung membela Rizal Ramli.

"Ada 100 orang yang ingin gabung, katanya bahkan lebih dari 200," ujar Otto.

Dia mengatakan, pihaknya bersedia untuk bertemu dengan kuasa hukum SBY dan Keluarga sesuai undangan yang diberikan pada 8 Januari 2014. Namun, ia meminta klarifikasi beberapa hal dari pengacara SBY melalui surat balasan tertanggal 22 Januari 2014.

Di dalam surat itu, Otto mengatakan bahwa Palmer Situmorang dan Hafzan Taher telah menyatakan mereka bertindak untuk dan atas nama Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden R.I dan Keluarga. Otto merasa perlu mendapatkan klarifikasi siapa saja nama-nama keluarga yang dimaksud oleh pengacara SBY dan dia meminta diberikan Surat Kuasa dari Pesiden R.I dan keluarga terhadap pengacaranya. Menurut Otto, hal ini perlu untuk pembelaan kliennya.

Sebagai advokat, sambung Otto, dirinya menyayangkan adanya somasi ini. Menurutnya, semua advokat sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Bila ada orang yang menghalang-halangi perbedaan pendapat, katanya, hal itu sudah melanggar hak asasi manusia. “Rizal Ramli hanya mengemukakan pendapatnya sebagai waaga negara, tapi kenapa disomasi,” ujarnya.

Otto melanjutkan, kebebasan berpendapat oleh warga negara diatur dan dilindungi Pasal 28 UUD 1945. Menurutnya, sebagai kepala negara, SBY seharusnya melindungi warga negaranya dalam berekspresi dan berpendapat. Selain itu, Otto menilai somasi yang dikeluarkan SBY telah melanggar Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Atas dasar itu, ia meminta SBY kembali mempelajari langkah somasi yang diberikan kepada Rizal Ramli. SBY harus menentukan dalam kapasitas apa dirinya melakukan hal itu.  

Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Advokat dan Konsultan Hukum SBY dan keluarga melakukan somasi tehadap Rizal Ramli yang dinilai telah membuat pernyataan keliru dan termuat dalam media. Pernyataan Rizal berkaitan dengan barter dan gratifikasi, saat pemilihan Boediono sebagai wakil presiden. Berikut pernyataan Rizal yang memberatkan SBY;

"Saya tidak pernah menggunakan istilah barter tapi gratifikasi. Jadi di dalam kasus-kasus korupsi gratifikasi biasanya menyangkut uang, terutama di tingkat gubernur dan bupati. Atau gratifikasi perempuan dan ada juga gratifikasi jabatan. Dalam banyak kasus seperti ini, biasanya yang bersangkutan tidak menerima uang, tetapi in return mendapatkan jabatan sebagai gratifikasi. Saya tahu karena sekretaris pemilihan calon wakil Presiden SBY 2009 menceritakan ada sembilan nama sebagai calon wakil presiden, tapi last minute hilang semua nama itu dan tiba-tiba muncul nama Boediono setelah dilakukan penurunan CAR, agar Bank Century bisa di bail out."

"Dalam kasus gratifikasi jabatan, biasanya pejabat yang bersangkutan tidak terima uang. Mantan Gubernur BI Syahril Sabirin nggak terima uang seperak pun. Tapi dia dijanjikan jika pembayaran tagihan inter-bank Bank Bali diloloskan Rp 1,3 triliun, nanti akan diangkat lagi jadi Gubernur Bank Indonesia Selama lima tahun. Pak Burhanuddin enggak terima uang seperak pun. Dalam kasus Pak Boediono saya percaya nggak terima uang satu rupiah pun. Tetapi in return, Pak Boediono yang tadinya tidak masuk dalam sembilan calon wakil presiden, begitu Bank Century di bail out langsung dinominasikan sebagai calon wakil presiden."

Rizal Ramli sendiri menolak jika dirinya dikatakan memfitnah SBY dengan melakukan gratifikasi jabatan. Dia mengatakan, dalam acara yang ditayangkan oleh Metro TV tersebut, dia hanya memberikan analisis dan ulasan bagaimana sebuah gratifikasi jabatan bekerja. Bahkan, dalam pernyataan di Metro TV, dia juga menyebutkan nama lain seperti mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.
“Jadi analisis itu diberikan secara umum, bukan hanya kepada SBY,” ujanya.

Selain Rizal Ramli, SBY juga melakukan somasi tehadap Anggota DPR Fahri Hamzah dan Sri Mulyono yang merupakan aktivis di Perhimpunan Pegerakan Indonesia (PPI).

Tak Siap Dikritik
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam siaran persnya menyatakan, sikap pengacara keluarga Presiden SBY hanya akan merugikan citra SBY sebagai presiden. Menurut Neta, ada empat fenomena yang merugikan SBY.

Pertama, somasi tersebut memunculkan keinginan kelompok masyarakat melakukan kritik terhadap SBY dan keluarga. Kritik tersebut dapat dilakukan melalui media massa maupun media sosial seperti Facebook dan twitter. “Tujuannya melakukan "uji nyali" dan menaikkan rating ataupun meningkatkan popularitas penghujat,” ujarnya.

Kedua, dengan melakukan somasi setidaknya akan menambah musuh politik maupun musuh sosial SBY dan keluarga. Soalnya, dengan banyaknya orang mengkritik SBY dan keluarga, setidaknya membuat pengacara keluarga Cikeas akan makin banyak menerbitkan somasi dan tuntutan. Ujungnya justru akan menambah musuh politik dan musuh sosial keluarga Cikeas.

Ketiga, citra SBY sebagai presiden dan keluarga akan semakin buruk seiringnya banyaknya musuh politik. Padahal, lanjut Neta, di era pertama kepemimpinan SBY sebagai seorang presiden, citranya cukup positif. “Meskipun ada pro kontra terhadap kepemimpinannya,” ujarnya.

Keempat, Polri akan semakin direpotkan di tahun politik. Pasalnya, selain mengantisipasi situasi Kamtimbas dan potensi konflik, Polri pun mesti memproses laporan-laporan pencemaran nama baik SBY. Untuk itulah, Neta menyarankan agar Polri tidak terjebak terhadap rezim kekuasaan dengan menghabisi lawan politik SBY.

“Kesan itu bisa muncul jika Polri buru-buru memproses laporan pengacara SBY terhadap pihak-pihak yang mengkritik keluarga Cikeas,” ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR dai PKS Indra mengatakan, somasi SBY yang dilayangkan ke sejumlah pihak akan menjadi blunder. Soalnya, somasi tersebut tak terlepas dari sosok SBY sebagai seorang presiden. Menurutnya, somasi itu menunjukan kepanikan seorang SBY. Selain itu, somasi itu dipandang sebagai ketidakdewasaan. “Selama ini statemen ini dalam rangka kecintaan terhadap bangsa dan kontrol terhadap presiden,” ujarnya.

Indra menilai somasi sebagai ketidaksiapan SBY menerima kritik dari pihak luar. Menurutnya, kritik adalah saran agar pemimpin dapat melakukan instropeksi agar kepemimpinannya menjadi lebih baik. “Saya juga tidak akan sungkan untuk mengoreksi dan berkata lantang termasuk terhadap seorang presiden. Somasi ini akan merugikan sby sendiri. Tidak dewasa, tidak siap kritik. Saran saya tidak perlu mensomasi,” katanya.

Ketua umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Din Syamsuddin menambahkan, terhadap pihak yang disomasi SBY harus melakukan perlawanan. Ia menilai somasi yang dilakukan SBY sebagai bentuk kekhawatiran psikologis di penghujung masa jabatannya. Menurutnya, sikap tersebut justru akan menjadi bumerang.

“Psikologis kekhawatiran, tetapi itu akan menjebak dirinya sendiri, kontra produktif bisa saja nanti orang lain somasi dia,” ujarnya.

Namun, Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Assegaf menampik semua penilaian tersebut. Menurutnya, sebagai seorang presiden, SBY berhak melakukan somasi terhadap pihak yang menghujat di luar kewajaran. Dia mengatakan, hak seorang pemimpin juga mesti dihargai dengan menunjuk pengacara keluarga. “Jangan dijadikan polemik,” pungkas anggota Komisi VIII itu.
Tags:

Berita Terkait