Pakar HTN Soroti Etika Berpolitik dan Berpartai Presiden
Melek Pemilu 2024

Pakar HTN Soroti Etika Berpolitik dan Berpartai Presiden

Ada kerusakan etika berpolitik, berpartai, menjalankan wewenang kekuasaan, dan bernegara.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

Ia melanjutkan, presiden seharusnya mendukung pasangan calon dari partai yang yang diajukan oleh partainya sendiri. Tetapi nyatanya saat ini Presiden mendukung dari calon partai lain.

“Ini kan kerusakan etika berpolitik, berpartai, menjalankan wewenang kekuasaan, dan bernegara. Letaknya panggilan etika dan moral, sampai saat ini presiden tidak menjalankan nilai moral bahkan tidak memberikan contoh etika dalam praktik bernegara,’’ lugasnya.

Secara ketentuan undang-undang, keterlibatan presiden dalam kampanye memang tidak menabrak ketentuan Pasal 281 UU Pemilu, selama melakukan cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara. Akan tetapi, Feri menyayangkan bahwa persoalannya adalah bukan persoalan normatif perundang-undangan.

“Poblematikanya bukan problem normatif peraturan perundang-undangan, problemnya adalah kerusakan etika dan moral karena presiden akan mendukung anaknya,” ujar Feri.

Terlepas dari hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa dalam pemilu, presiden seyogianya haruslah bersikap netral tanpa berpihak kepada salah satu peserta pemilu tertentu, agar pemilu dapat terselenggara secara demokratis, jujur, dan adil. 

Hal ini mengingat presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dan kepala negara sesuai dengan amanat konstitusi. Khusus perihal pemilu, dalam UU Pemilu beberapa ketentuannya menuntut presiden untuk menjaga netralitasnya.

Contoh, Pasal 48 ayat (1) huruf b UU Pemilu diatur bahwa KPU melapor kepada DPR dan presiden mengenai pelaksanaan tugas penyelenggaraan seluruh tahapan pemilu dan tugas lainnya. 

Selain itu, dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu diatur bahwa presiden berperan dalam membentuk keanggotaan tim seleksi dalam menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR. Sehingga, presiden dituntut untuk netral selama proses pemilu.

Lain halnya jika keberpihakan presiden dimanifestasikan dalam bentuk kebijakan ataupun keputusan tertentu dengan menggunakan fasilitas negara atau menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan salah satu peserta pemilu tertentu, maka tindakan tersebut berpotensi menjadi penyalahgunaan wewenang.

Tags:

Berita Terkait