Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat selama masa pemilu dari tahun 2018 hingga 2024 kasus tindak pidana pemilu, rawan menjerat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan soal pemberian politik uang.
Tindak pidana pemilihan umum (pemilu) tertuang dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum.
Perma tersebut menyatakan, tindak pidana pemilihan umum adalah tindak pidana pelanggaran dan atau kejahatan sebagaimana diatur dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Juga:
- Begini Cara Pindah TPS di Pemilu 2024
- Bisakah Menggugat Janji Politik Caleg dan Capres yang Tak Terealisasi? Ini Penjelasan Hukumnya
Tindak pidana pemilu dapat dimasukkan dalam pidana khusus, yaitu pidana pemilu dan pelanggaran, baik diatur dalam KUHP dan diatur dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang pemilu.
Ada tiga pihak yang dapat disangkakan dalam tindak pidana pemilu. Pertama, penyelenggara Pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan Pemerintah. Kedua, peserta pemilu seperti Partai Politik, Calon DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden. Ketiga, masyarakat sebagai subjek hukum, yaitu sebagai pemilih dan tim sukses.
Terkait beberapa pelanggaran tersebut, tim asistensi Bawaslu, Ahmad Amrullah, mengatakan ASN dan politik uang merupakan persoalan yang paling banyak menjadi tindak pidana selama tahapan pemilu.