Pandangan Pemerintah Terkait Rasionalitas Pemilu Serentak
Berita

Pandangan Pemerintah Terkait Rasionalitas Pemilu Serentak

Pelaksanaan pemilu serentak dapat menciptakan koalisi parpol berbasis kebijakan karena terpilihnya pejabat eksekutif (presiden dan wakil presiden) mendapat dukungan (penuh) lembaga legislatif, sehingga mudah membentuk pemerintahan yang stabil dan efektif.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

"Fakta empiris menyatakan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 memakan banyak korban penyelenggaraan Pemilu. Artinya, desain penyelenggaraan pemilu dengan lima kotak perlu diuji dan dipertimbangkan kembali konstitusionalitasnya," ujar kuasa hukum Pemohon, Yohanes Mahatma di Gedung MK Jakarta, Selasa (3/9/2019) lalu.

 

Pemohon berpandangan sistem kerja dalam penyelenggaraan pemilu serentak telah melanggar hak konstitusional para pemohon, yang harus bekerja dengan tekanan yang cukup tinggi dari segi fisik dan psikis serta honorarium yang tidak sesuai. Pemohon juga menilai penerapan sistem kerja dalam penyelenggaraan pemilu serentak dapat dikatakan tidak manusiawi, karena sistem penyelenggaraan pemilu yang berat dan banyak tekanan.

 

"Hal ini akibat digabungkannya beban penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden bersamaan dengan Pemilu Legislatif," tutur Yohanes.

 

Pemohon juga menyoroti besaran anggaran penyelenggaraan pemilu serentak yang berdasarkan perhitungannya naik hingga Rp9,8 triliun atau meningkat hingga 61 persen. Lebih lanjut Pemohon menyampaikan maksud pengajuan pengujian aturan tersebut tidak untuk menyatakan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 terkait penyelenggaraan pemilu serentak telah keliru, tetapi hendak mengevaluasi kembali pelaksanaan pemilu serentak yang baru selesai dilaksanakan.

 

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempertanyakan kedudukan hukum para Pemohon yang mengaku sebagai organisasi pemantau pemilu. "Tapi apakah yang bersangkutan ini memiliki sertifikasi sebagai pemantau, saya belum tahu. Tapi yang terpenting apakah pengurus organisasi ini secara AD/ART memang yang berwenang untuk mewakili organisasi, itu perlu diketahui," ujar Enny mengingatkan.

 

Dia juga meminta pemohon untuk memperjelas uraian kerugian yang dialami, sehingga dapat membuktikan bahwa para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk menguji UU Pemilu tersebut. "Apa kerugian yang dirasakan oleh para Pemohon, karena Pemohon mengkaitkan kerugian dengan sejumlah pasal, tetapi uraian yang menunjukkan letak kerugian konstitusional sesuai dengan Peraturan MK itu tidak nampak."

Tags:

Berita Terkait